Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sukamta: Pasal-pasal Multitafsir dalam UU ITE Ini Jelas Kemunduran Bagi Demokrasi

Semangat awal UU ITE di Indonesia adalah untuk menjaga ruang digital tetap bersih dan beretika, bukan seperti rimba belantara.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Sukamta: Pasal-pasal Multitafsir dalam UU ITE Ini Jelas Kemunduran Bagi Demokrasi
fraksidpr.pks.id
Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta. 

Polri dikatakan Rusdi Hartono melakukan upaya bagaimana UU ITE bisa terjawab di tengah masyarakat, salah satunya ada surat edaran penegakan hukum yang berhubungan dengan UU ITE yang mengedepankan restorative justice

Webinar PWI Pusat Rabu   1
Webinar PWI Pusat rabu

"Apabila dalam proses mediasi perkara itu dapat diselesaikan maka dianggap selesai, ini kesepakatan. apabila proses mediasi itu berjalan dan tidak ditemukan kesepakatan maka tindak lanjut penyelidik tetap memproses laporan tersebut namun tidak dilakukan penahanan. itu demi memenuhi rasa keadilan di masyarakat," papar Rusdi Hartono.

"Tetapi masalah yang membuat perpecahan dan menggangu keamanan dan ketertiban di masyarakat, Polri tegas akan menindak kasus itu sesuai hukum berlaku. Polri tetap menjaga keberagaman kebinekaan itu sudah jelas," tandas Rusdi Hartono.

Nara sumber lain di webinar yang dibuka oleh Ketua PWI Pusat, Atal S Depari adalah Asep Warlan Yusuf, pakar hukum mengetengahkan 'Problematika UU ITE dan Upaya Menemukan Solusi Hukumnya' banyak mengulas masalah manfaat  hubungan Negara dengan warga negara yang demokratis.

"Rakyat kehilangan daya pikir sehat, pemerintah kehilangan akal, negara kehilangan harapan). Perkataan orang Belanda pada abad ke 18  ini, nampaknya masih relevan untuk diucap ulang pada era reformasi sekarang ini, yang memang persis rakyat dan pemerintah kita sedang dilanda kehilangan akal sehat dan harapan," katanya.

Webinar PWI Pusat     2
Webinar PWI Pusat, Rabu (10/3/2021)

Dengan demikian diakuinya melalui democratic civility (masyarakat demokratis yang berkeadaban)  yang menjunjung moralitas, maka good governance dan positive citizenry (kewargaan yang positif) akan dapat diwujudkan.

Hal ini sangat perlu dan penting sebagai prasyarat pokok dalam rangka mewujudkan negara hukum yang berkeadilan, negara demokrasi yang berkeadaban, dan bermuara pada negara kesejahteraan yang berkemakmuran secara merata.

BERITA TERKAIT

Pembicara lain, Wawan H Purwanto, Deputi 7 BIN mengakui bahwa dunia maya banyak intrik dan perlu ditertibkan oleh karenanya langkah yang harus diambil ektra hati-hati.

"Pemerintah dan DPR telah menginisiasi lahirnya UU ITE (21/4/2008), dan 2016 DPRI merevisi karena dinilai membelenggu kebebasan berpendapat masyatakat, pemerintah menilai banyak masyarakat saling melapor," ujarnya.

Pembicara lain, Dr Ismail Fahmi Ph. D, yang merupakan pakar IT menjelaskan bahwa selama ini berbagai laporan dikelompokkan ke berbagai profesi, diantaranya profesi yg dilaporkan, 37,5 persen terlapor 69 adalah kelompok kritis seperti Jurnalis/Media (19), Aktivis (24), Dosen/Guru (19) dan buruh (7). Kemudian 56 persen lainnya, yang menjadi terlapor sebanyak 103 berstatus warga biasa.

"Sementara itu profesi yang melaporkan terdiri dari 68 persen, pelapor orang yang memiliki kekuasaan terdiri dari 42 persen merupakan pejabat publik, 22 persen kalangan profesi dan 4 persennya kalangan yang berpunya. sedangkan yang 23 persennya, pelapor berstatus sebagai warga biasa," jelas Ismali Fahmi yang juga Founder Media Kernels Indonesia.

Webinar yang mendapat perhatian dari berbagai kalangan profesi ini dimoderatori oleh Wina Armada, dan dibuka oleh Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari didampingi Sekjen PWI Pusat, Mirza Zulhadi, Wakil Sekjen Suprapto Sastro Atmojo dan Wakil Bendahara PWI Pusat, Dar Edy Yoga.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas