Fakta Baru Kematian tahanan Polres Tangsel, Komnas HAM Ungkap Ada Dugaan Penganiayaan
Komnas HAM mendatangi Polres Tangerang Selatan (Tangsel) untuk menyelidiki kematian salah seorang tahanan kasus narkoba pada 11 Desember 2020 lalu.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG SELATAN - Tim dari Komnas HAM mendatangi Polres Tangerang Selatan (Tangsel) untuk menyelidiki kematian salah seorang tahanan kasus narkoba pada 11 Desember 2020 silam.
Wahyu Pratama Tamba, Ketua Tim Pemantauan Penyidikan Komnas HAM, mengatakan, pihaknya bertemu dengan perwakilan dari Satuan Reskrim, Satuan Resnarkoba dan Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) di Mapolres Tangsel, Jumat (16/4/2021).
Baca juga: Meski Masih Takut Bertemu Suami, Ini Alasan Yuyun Sukawati Kunjungi Fajar Umbara di Polres Tangsel
Baca juga: Hasil Tes Urine Aktor Jeff Smith Positif Ganja, Kini Berstatus Tersangka dan Pakai Baju Tahanan
"Kami dari Tim Pemantauan Penyelidikan Komnas HAM RI, sudah menindaklanjuti peristiwa yang terjadi 11 Desember lalu ya dengan korban SS meninggal dunia, tersangkut kasus narkotika ya. Memang tidak ada keluarga yang mengadu, ini murni karena pemberitaan di media dan menjadi perhatian Komnas HAM," kata Tama.
Hasil Penyelidikan Komnas HAM
Dari hasil penyelidikan selama kurang dari dua jam, Komnas HAM mendapati fakta baru bahwa SS sempat mendapat penganiayaan sebelum meninggal dunia.
Penganiayaan terhadap SS dilakukan oleh dua orang yang juga berstatus tahanan.
Namun, dari keterangan yang didapatkan dari pihak polisi, Tama mengatakan, SS menghembuskan napas terakhirnya akibat sakit jantung.
"Kasusnya sendiri, tadi disampaikan penyidik Jatanras Tangsel bahwa sebelum kematiannya ada peristiwa penganiayaan yang dilakukan oleh sesama tahanan terhadap almarhum SS, namun penyebab kematiannya adalah karena riwayat sakit jantung, ini dibuktikan dengan hasil visum RSUD Kabupaten Tangerang," kata Tama di Mapolres Tangsel.
Tama mengatakan, aparat kepolisian sengaja mengendurkan pengawasan terhadap tahanan karena jumlahnya yang melebihi kapasitas sel.
Anggota Satuan Tahti enggan mengawasi dari dekat karena takut terpapar Covid-19 dari tahanan yang berjubal.
Pengawasan lebih intens melalui CCTV.
Tama belum masuk pada kesimpulan bahwa terjadinya penganiayaan terhadap SS karena pembiaran aparat.
Ia seperti memaklumi pengawasan yang dilakukan secara tidak langsung melalui CCTV.
Namun, ketika Tama mendapat keterangan soal adanya penganiayaan dari polisi, ia menerima begitu saja tanpa mendapatkan bukti rekaman CCTV.
"Kalau pembiaran belum bisa kita buktikan ya. Namun sebenarnya semua Polres kan kebanyakan sudah menyediakan fasilitas CCTV ya untuk menjangkau aktivitas, melihat aktivitas para tahanan di dalam rutannya itu sendiri," kata Tama.
Tama masih menunggu rekaman CCTV penganiayaan SS dan salinan dokumen penyerahan jenazah dari Polres Tangsel kepada pihak keluarga.
"Itu kami sedang meminta, nanti mereka kordinasi ke kami itu, kami butuh salinannya. Kemudian juga CCTV kami butuh, belum dikasih. Kami akan koordinasi lebih lanjut," ujarnya.
Sementara, terkait dua tahanan yang menganiaya SS masih menjalani proses hukum kasus narkobanya.
Ganjaran hukum penganiayaan terhadap SS baru akan diusut setelah kasus narkobanya usai.
"Untuk kasus ini mereka sudah tersangkut kasus narkoba. Kasus itu dulu yang diselesaikan. Tapi penyidik menunggu kebijakan dari kejaksaan. Apakah bisa langsung di eksekusi segera P21, karena statusnya saat ini belum P21, tapi berkas perkara sudah dilimpahkan ke kejaksaan."
"Namun karena tersangka yang sudah ditahan di Polres untuk kasus narkoba, idealnya menunggu vonis dulu. Baru mulai kasus yang ini (penganiayaan). Itu yang diungkap pihak Jatanras," paparnya.
Tama mengatakan, keterangan polisi masih menjadi data sementara dan belum sepenuhnya meyakinkan.
"Belum meyakinkan tapi cukup membantu kami untuk mendapat keterangan langsung temuan-temuan awal. Nanti ujungnya kan kami akan mengelaurkan hasil pemantauan dan rekomendasinya," jelas Tama.
Pernyataan Keluarga
TribunJakarta.com (Tribunnews.com Network)mewartakan peristiwa tersebut sejak awal dari pihak keluarga maupun polisi.
SS terlibat kasus narkoba hingga ditahan sejak 1 Desember 2020.
Saat itu, pihak keluarga, yang enggan disebut namanya, menuturkan, sebelum dikabarkan meninggal dunia, ia sempat membesuk pada 9 Desember 2020.
Saat itu ia sudah tidak tega melihat kondisi SS yang mengenaskan. Pasalnya, tubuh SS menggigil dan penuh luka lebam.
"Kalau pernyataan kabar meninggalnya itu, ke saya itu, dalam perjalanan karena sakit, tapi sebelum kejadian sebelum meninggal kan saya sempat besuk tuh," ujar pihak keluarga tersebut saat dikonfirmasi, Rabu (16/12/2020).
Selain menggigil, pihak keluarga menyebut, ada sejumlah luka, termasuk yang seperti sundutan rokok di bagian leher.
"Itu kondisinya dia sudah menggigil, napasnya sudah sepa, karena memang ada identik kaya kekerasan luka-luka gitu juga, di leher kaya luka sundutan rokok, entah disiksa dari napinya atau dari polisinya saya juga enggak tahu. Memang kondisinya itu sudah jelas banget kondisinya sudah parah," kata dia.
Pihak kelurga menjelaskan, saat ia membesuk SS, tidak langsung di sel, melainkan di sebuah ruangan dengan pengawasan aparat.
"Itu sudah lebih dari seminggu. Saya besuk itu pas Pilkada. Itu sudah masuk sel, ditangkapnya tanggal 1, 9 Desember saya besuk itu ke Polres langsung ketemu dia, tapi kita besuknya di ruangan kantor gitu didampingin juga sama polisi," paparnya.
Setelah dibesuk, dua hari kemudian keluarga mendapat kabar SS Tewas.
Jenazah tidak sempat diserahterimakan keluarga yang di Jakarta, melainkan langsung dibawa ke kampung, Tegal, Jawa Tengah, dan serah terima di sana.
Dalam surat serah terima jenazah SS, tidak tertulis penyebab kematiannya.
"Di surat kematiannya pun tidak ada diagnosa kematiannya karena apa."
"Ya kondisi enggak wajar, kalau menurut saya mah, dari awal besuk tanggal 9, meninggal mendadak tiba-tiba tanggal 11," ujarnya.
Pihak keluarga menyebut SS tidak mengidap penyakit tertentu. Hal itu terbukti dari masih bekerjanya Sigit pada hari-H ditangkap.
"Enggak ada penyakitnya, sebelum tertangkap almarhum masih kerja," ujarnya.
Tanggapan Polisi
Sementara, Kasat Narkoba Polres Tangsel, Iptu Yulius Qiuli, membenarkan ada tahanannya, SS, yang tewas karena sakit.
Yulius sempat menyinggung Satuan Tahti untuk berbicara lebih banyak.
"Karena kan sudah ditahanan, jadi bukan di saya lagi. Tapi karena itu tangkapan saya, makanya saya bantu lah pengurusan jenazahnya itu."
"Yang jelas meninggalnya sakit. Karena kan narkoba, mungkin badannya sudah begitu, namanya di dalam tahanan," papar Yulius melalui sambungan telepon.
Yulius tidak menjelaskan lebih jauh terkait penyakit yang diidap tahanannya itu. Ia hanya menyebut SS sesak napas.
"Ya mungkin pemakai narkoba, sesak napas, atau apa enggak ngerti kita. Tapi kalau dokter bilang biasa-biasa saja cuma ya namanya pemakai narkoba kita enggak tahu ya," ujarnya.
Yulius juga menyebut kondisi jenazah dalam keadaan baik, tidak ada yang aneh.
"Kondisi meninggal dunia masa kami sembunyikan. Ya harus kita kasih tahu keluarganya, kita antar. Jenazahnya bagus enggak ada masalah," ujarnya kala itu. (Jaisy Rahman Tohir)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Komnas HAM Ungkap Fakta Baru Kematian Seorang Tahanan Polres Tangsel, Diduga Ada Penganiayaan,