Kardinal Suharyo Pimpin Misa Peringatan Arwah Korban Covid-19 di TPU Rorotan
Perayaan misa tersebut di gelar area sekitar pemakaman khusus Covid-19 tepatnya di tempat pemakaman umum (TPU) Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
Dikutip dari TribunMedan, umat Kristiani telah berdoa bagi para saudara/ saudari mereka yang telah wafat sejak masa awal agama Kristen.
Liturgi- liturgi awal dan teks tulisan di katakomba membuktikan adanya doa- doa bagi mereka yang telah meninggal dunia, meskipun ajaran detail dan teologi yang menjelaskan praktik ini baru dikeluarkan kemudian oleh Gereja di abad berikutnya.
Mendoakan jiwa orang- orang yang sudah meninggal telah tercatat dalam 2 Makabe 12:41-42.
Di dalam kitab Perjanjian Baru tercatat bahwa St. Paulus berdoa bagi kawannya Onesiforus (2 Tim 1:18) yang telah meninggal dunia.
Para Bapa Gereja, yaitu Tertullian dan St. Cyprian juga mengajarkan praktik mendoakan jiwa- jiwa orang yang sudah meninggal.
Hal ini menunjukkan bahwa jemaat Kristen perdana percaya bahwa doa- doa mereka dapat memberikan efek positif kepada jiwa- jiwa yang telah wafat tersebut.
Berhubungan dengan praktik ini adalah ajaran tentang Api Penyucian.
Kitab Perjanjian Baru secara implisit mengajarkan adanya masa pemurnian yang dialami umat beriman setelah kematian.
Yesus mengajarkan secara tidak langsung bahwa ada dosa-dosa yang dapat diampuni setelah kehidupan di dunia ini, (Mat 12:32) dan ini mengisyaratkan adanya tempat/ keadaan yang bukan Surga -karena di Surga tidak ada dosa; dan bukan pula neraka -karena di neraka sudah tidak ada lagi pengampunan dosa. Rasul Paulus mengatakan bahwa kita diselamatkan,
“tetapi seolah melalui api” (1 Kor 3:15). Para Bapa Gereja, termasuk St. Agustinus (dalam Enchiridion of Faith, Hope and Love dan City of God), merumuskannya dalam ajaran akan adanya pemurnian jiwa setelah kematian.
Baca juga: Direktur Urusan Agama Katolik: Syarat Moderasi Beragama Diperlukan SDM yang Berwawasan Luas
Pada hari- hari awal, nama-nama jemaat yang wafat dituliskan di atas plakat diptych.
Di abad ke-6, komunitas Benedikti memperingati jiwa- jiwa mereka yang meninggal pada hari perayaan Pentakosta.
Perayaan hari arwah menjadi peringatan universal, di bawah pengaruh rahib Odilo dari Cluny tahun 998, ketika ia menetapkan perayaan tahunan di rumah- rumah ordo Beneditin pada tanggal 2 November, yang kemudian menyebar ke kalangan biara Carthusian.
Sekarang Gereja Katolik merayakannya pada tanggal 2 November, seperti juga gereja Anglikan dan sebagian gereja Lutheran.