Ketika Anies Baswedan Mendapat Kopiah Meukeutop Saat Resmikan Pemugaran Kompleks Makam Sultan Aceh
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerima mahkota berupa kupiah meukeutop saat resmikan pemugaran kompleks pemakaman Sultan Aceh.
Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta meresmikan pemugaran kompleks makam Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah di TPU Utan Kayu, Jakarta Timur, Senin (13/12/2021) pagi.
Hal tersebut diuangkap dalam akun instagram @aniesbaswedan.
Ada sejumlah foto dan video yang diunggah dalam akun instagram terkait peresmian komplek makam tersebut.
Mulai dari aktivitas Anies memberikan sambutan, berdoa di makam Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah, berbincang dengan keluarga atau ahli waris Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah, serta menerima cendera mata siwah (senjata tajam sejenis dengan rencong).
Bukan hanya itu, Anies pun mendapat mahkota berupa kopiah meukeutop.
Kopiah tersebut dipakaikan langsung perwakilan ahli waris di kepala Anies.
Diketahui kopiah meukeutop yang digunakan Anies Baswedan biasanya digunakan oleh para sultan dan ulama di Aceh.
Baca juga: Niat Anies Pamer Hasil Kerja Lewat YouTube Direspon Sindiran dan Tudingan Kejar Popularitas Pilpres
Dalam tulisan yang diuanggahnya bersama foto-foto acara tersebut, Anies mengatakan bila Sultan Daud merupakan Sultan Aceh terakhir yang wafat dalam pengasingan di Batavia pada 6 Februari 1939.
"Pemugaran ini sebagai bentuk penghormatan kesekian kalinya yang dilakukan Pemprov DKI terhadap jasa pahlawan nasional dari bumi Serambi Mekah. Sebelumnya kita telah resmikan nama Laksamana Malahayati sebagai nama jalan di Jakarta Timur," tulis Anies Baswedan dalam unggahannya.
Menurutnya, kita yang hari ini merasakan kemerdekaan, menyadari bahwa cikal bakal kemerdekaan ini berasal dari perjuangan ribuan tokoh-tokoh di berbagai tempat se-Indonesia.
"Aceh adalah salah satu provinsi yang amat banyak melahirkan pejuang kemerdekaan. Karena itu kami secara khusus menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada masyarakat Aceh. Bahwa rakyat Aceh telah memiliki catatan sejarah gemilang di dalam mengusir kolonialisme," ujarnya.
Baca juga: Survei Indopol: Elektabilitas Prabowo Subianto Teratas, Disusul Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan
Lanjut dia, perjuangan Sultan Daud memiliki ongkos yang amat mahal karena dia melepaskan semua yang menjadi kenyamanannya.
"Seorang yang dilahirkan di keluarga kesultanan dan memilih berjuang bersama rakyat. Itu adalah masa di mana kemerdekaan belum terlihat di depan mata. Itu adalah masa dikala orang memilih berjuang berdasarkan nilai yang diyakini sebagai kebenaran," katanya.
Kisah perjuangan Sultan Daud berakhir ribuan kilometer dari Aceh, dan beliau dikuburkan di tanah Jakarta.
"Karena itu kami ingin menyampaikan rasa hormat dengan memberikan pemugaran atas makam yang selama ini belum banyak dikenal, sebagai makam seorang tokoh amat penting, dalam perjalanan melawan penjajahan," katanya.
"Pemugaran ini menjadi pengingat kita bersama bahwa, Jakarta menjadi tempat peristirahatan terakhir begitu banyak pejuang. Kita harus selalu menghormati dan menghargai perjuangan mereka," ujarnya.
Sementara itu, Tengku Dian Anggraeni Binti Tuanku Ali Zurkarnaen Bin Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah, atas nama ahli waris berterima kasih kepada Anies Baswedan.
Baca juga: Ketika Kumandang Azan Menggema Pertama Kali di Jakarta International Stadium, Anies: Sangat Syahdu
"Kaum Alaiddin Kesultanan Aceh Darusalam dan masyarakat Aceh mengucapkan banyak terima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang telah memberikan penghargaan tertinggi kepada Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah sebuah istana dan singgasana terakhir beliau walau hanya 3 x 2 meter," ungkapnya.
Ia pun mengatakan bahwa yang dilakukan Anies bukan memugar makam tetapi memugar peradaban.
"Karena apa? Karena Sultan tidak pernah mengejar kekuasaan tetapi dengan berbagai penderitaan beliau mempertahankan aqidah sebagaimana yang telah digariskan Baginda Rasul Muhammad Saw," ujarnya.
Ia pun mengatakan bahwa membangun suatu negara bukan dengan uang semata, tetapi harus didahului visi.
"Uang tidak menciptakan uang, tetapi visi yang menciptakan uang. Atas dasar ini lah kami tidak memberikan rencong sebagai simbol senjata kepada bapak, tetapi yang kami berikan adalah siwah, karena siwah sebagai simbol kearifan dan siwah adalah perangkat sultan atau meuneungui sultan sebagaimana yang kami tulis di sini, merawat peradaban butuh eksistensi dan komitmen yang kuat," katanya.