Asal Diberi Kompensasi Warga Kebun Bayam Mau Tinggalkan Bedeng Di Belakang JIS
Warga Kebun Bayam akan meninggalkan bedeng-bedeng yang kini berdiri di jalur kereta api di kawasan Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara
Editor: Toni Bramantoro
Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Warga Kebun Bayam akan meninggalkan bedeng-bedeng yang kini berdiri di jalur kereta api di kawasan Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, asal mendapatkan kompensasi.
26 Kepala Keluarga (KK) warga Kebun Bayam mendirikan rumah bedeng di sepanjang jalur kereta api yang berada di belakang Jakarta International Stadium (JIS) sejak September 2021, sebagai aksi protes.
Pemukiman warga Kebun Bayam dibongkar PT Jakarta Propertindo (Jakpro) 23 November 2021 silam demi membangun markas klub sepakbola Persija Jakarta.
Mereka yang kini membangun bedeng mengaku belum mendapatkan kompensasi atas pembongkaran rumah tinggal yang nantinya dijadikan stadion berkapasitas 82 ribu penonton tersebut.
"Yang kita kejar ini, perjuangkan ini, belum juga diberikan oleh Jakpro. Sementara resume nominal (kompensasi) itu sudah dirilis Jakpro," ucap Suprianto (54), warga Kebun Bayam yang hidup di bedeng dekat rel kereta api kepada tribunnews.com, Senin (24/1/2022).
Kompensasi yang harus dibayar Jakpro karena telah membongkar rumah Suprianto sekira Rp36 juta.
Namun PT Jakpro enggan mengakomodasi permintaan itu lantaran menganggap Suprianto dan 25 KK lainnya yang kini membangun bedeng di samping rel hidup secara ilegal di Kebun Bayam.
"Nominalnya bervariasi, kalau saya Rp36.700.000. Tapi Jakpro terakhir bilang tidak bisa mengakomodasi permintaan warga Kebon Bayem," tutur Suprianto.
"Yang 26 KK ini tidak dapat kompensasi, diklaim sebagai ilegal tinggal di sini," imbuh dia.
Kendati demikian, bila Pemprov DKI Jakarta menawarkan opsi untuk relokasi ke rumah susun, Suprianto bakal menerimanya.
Dengan syarat relokasi ke rusun tidak dipungut biaya sepeserpun.
"Tentu bersedia kapan lagi menerima itu. Tetapi jangan ada sekian persen-persennya gitu (harus gratis). Kita tidak bisa kalau harus itu (bayar), ada DP sekian persen. Boro-boro buat DP buat makan saja sulit mencarinya," tutur dia.
Selama lebih dari lima bulan hidup di bedeng, rutinitas Suprianto dan keluarga hanyalah menjajakan kopi dan makanan.
Tidak banyak memang penghasilan yang didapat, apalagi lapak dagangan Suprianto jauh dari pemukiman penduduk.
Namun, untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokok, berdagang dirasa Suprianto masih cukup.
"Rutinitas warga Kebun Bayam berdagang di area rel kereta demi menyambung hidup. Pendapatannya cukup untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokok," pungkas dia.