Viral Keluhan Wanita Merasa Ibunya 'Dicovidkan' Pihak RS, Ini Penjelasan RSUD Cipayung Jakarta
Wanita itu mengaku diminta menandatangi surat persetujuan untuk mengubah hasil tes Covid-19 dari negatif menjadi positif.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Viral keluhan seorang wanita di media sosial 'dicovidkan' pihak rumah sakit pemerintah di Jakarta.
Seorang wanita dengan akun TikTok @tirtasiregar menuding pihak RSUD Cipayung "mengcovidkan" ibunya.
Wanita itu mengaku diminta menandatangi surat persetujuan untuk mengubah hasil tes Covid-19 dari negatif menjadi positif.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, untuk semua warga Tik Tok. Hati-hati nih ya, kalau sakit jangan langsung dibawa ke rumah sakit atau UGD. Apalagi kalau batuk, pilek, dan sebagainya itu. Ini baru kejadian sama kami. Saya bawa ibu saya ke RSUD Cipayung. Saya diminta tandatangan menyatakan bersedia dicovidkan ya. Walaupun hasilnya negatif,” jelas @tirtasiregar di akunnya yang dikutip TribunJakarta.com, Senin (21/2/2022).
Ia menjelaskan hasil tes Covid-19 ibundanya negatif, karena sebelum dibawa ke RSUD Cipayung sudah melakukan tes di RS Tugu Ibu.
Baca juga: Covid-19 Melonjak, Antrean Isoter Tower I Rusunawa Bener Yogyakarta Makin Panjang
Sehingga permintaan pengubahan tersebut segera ditolaknya.
"Saya kenapa bilang gitu langsung saya tolak. Enak saja ibu saya mau dicovidkan. Karena sebelum dibawa ke RSUD saya bawa ke RS Tugu Ibu dan hasil tesnya negatif Covid. Nah saya tunjukin dong hasil tes di RS Tugu Ibu. Katanya di sini aturannya walaupun hasilnya negatif harus mau dicovidkan," jelasnya.
Selain itu, ia juga mengeluhkan pelayanan di RSUD Cipayung kala mengantarkan ibunya saat itu.
"Coba kalau begitu RSUD Cipayung loh. Itu punya pemerintah, orang negativ itu harus di covidkan dan parahnya lagi dibikin perawatannya di luar lapangan dibikin tenda. Coba dingin-dingin pasien dirawat di luar. Bukannya makin sembuh, makin sakit. Aduh gawat ini, hati-hati teman-teman semua," tandasnya.
Tanggapan Pihak Rumah Sakit
Sementara, pihak RSUD Cipayung membantah telah melakukan upaya pemaksaan pasien agar positif Covid-19 atau mengcovidkan.
Direktur RSUD Cipayung, Dr. Ekonugroho Budhi Prasetyo, memaparkan pada kasus tersebut, pasien berinisial M, usia 64 tahun, berobat ke RSUD Cipayung pada 16 Februari 2022 pukul 22.15 WIB, dengan keluhan batuk dan sesak sejak satu minggu sebelumnya.
Pasien juga membawa hasil pemeriksaan swab rapid antigen yang ternyata dilakukan 5 hari lalu.
Pihak RSUD Cipayung lantas meminta pasien untuk melakukan tes ulang.
“Berdasarkan pemeriksaan dokter, mempertimbangkan kondisi pasien saat itu, dengan perjalanan sakit yang telah satu minggu, ditambah lagi pasien yang berusia lanjut serta mempunyai penyakit komorbid hipertensi dan asma, maka dokter merencanakan untuk melakukan pemeriksaan dengan rapid antigen ulang sekaligus akan dilakukan pemeriksaan PCR. Hal ini semata-mata agar pasien mendapat penanganan yang sesuai dengan jenis sakit dan kebutuhan pengobatannya,” ujar Ekonugroho dalam keterangan resminya, Minggu (20/2/2022),
Selain itu, pemeriksaan tersebut juga untuk memastikan agar tempat perawatan sesuai, mencegah pasien COVID-19 bercampur tempat perawatan dengan pasien bukan COVID-19.
Pada saat penjelasan dan permintaan persetujuan tertulis tentang rencana pemeriksaan dan penempatan sementara pasien, sebelum pasti apakah pasien menderita COVID-19 atau bukan, keluarga menganggap bahwa prosedur tersebut sebagai ‘mengcovidkan’ pasien.
Keluarga menolak mengikuti rencana penanganan pasien dan selanjutnya membawa pulang pasien.
Ekonugroho lanjut memaparkan, kemampuan alat tes untuk mengetahui apakah seseorang benar menderita COVID-19 atau tidak, berbeda seiring perjalanan penyakit.
Secara umum, pemeriksaan dengan PCR mempunyai tingkat akurasi paling tinggi sehingga menjadi acuan utama untuk penegakan diagnosis COVID-19.
Pemeriksaan rapid antigen pada awal sakit, bisa jadi memberikan hasil ‘masih negatif’, karena jumlah virus yang masih terlalu rendah untuk bisa dideteksi oleh tes rapid antigen, namun hanya bisa terdeteksi dengan tes PCR.
Setelah kondisi sakit berjalan beberapa hari, di mana jumlah virus bertambah banyak, maka baru dapat dideteksi, baik dengan tes rapid antigen maupun PCR.
Hal ini pun kerap ditemukan dalam situasi sehari-hari, sehingga tidak jarang diperlukan pemeriksaan ulang untuk memastikan apakah seseorang pasti menderita COVID-19 atau tidak.
Dalam kondisi saat ini, sebagai upaya menjaga agar tidak terjadi klaster di fasilitas kesehatan termasuk di rumah sakit, dilakukan skrining dan pemisahan pasien dalam beberapa tahap.
Mulai dari skrining awal (triase) berdasarkan keluhan dan tanda vital pasien, pasien yang bergejala serupa dengan Covid-19.
Menurut Eko, pelayanan di tenda yang ada di RSUD Cipayung diberikan untuk pasien yang tidak menunjukkan gejala Covid-19.
Sedangkan pada pasien yang diduga menderita Covid-19 selama masa menunggu hasil pemeriksaan rapid antigen atau PCR, disiapkan lokasi yang berbeda di dalam gedung rumah sakit.
"Setelah diperoleh kepastian diagnosis pasien, barulah pasien yang membutuhkan rawat inap akan dialihkan ke ruang rawat di bangunan induk melalui jalur khusus yang disiapkan. Sekali lagi, hal ini dilakukan dalam rangka meminimalisir kemungkinan terjadinya penularan di dalam rumah sakit dan menjaga agar pasien dengan Covid-19 tidak dirawat dalam satu area dengan pasien bukan Covid-19," tandasnya.