Ebes Kakek 90 Tahun Setiap Malam Ngamen di Kebon Sirih Jakpus: Siap Nyanyi Sampai Pagi Asal Disawer
Di usianya yang masih sangat sepuh, suara Ebes masih terdengar cukup merdu.
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Jusuf Sunardi (90), akrab disapa Ebes, menghabiskan setiap malam mengamen di kawasan Jalan Sabang, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Ebes, sebagai vokalis bersama sejumlah musisi jalanan yang masih muda di sepanjang Jalan Sabang yang terkenal dengan pusat kuliner malamnya.
Baca juga: Kisah Kakek Yusuf Mengamen di Usia 90 Tahun, Masih Ingat Perjuangan Ikut Mempertahankan Kemerdekaan
Di usianya yang masih sangat sepuh, suara Ebes masih terdengar cukup merdu.
Sejumlah lagu-lagu lawas kuat dia nyanyikan di sepanjang malam selagi ada yang memberi uang.
"Asal ada yang nyawer, sampai pagi juga kuat," kata Ebes saat berbincang dengan TribunJakarta.com di Jalan Sabang, Rabu (11/1/2023) lalu.
Lahir di Semarang
Ebes mengatakan lahir pada 15 Agustus 1932 di Semarang, Jawa Tengah.
"Jadi usia sekarang sudah 90 tahun," kata Ebes sembari menceritakan kehidupan masa mudanya.
Ebes mengatakan dirinya ikut terlibat ketiga agresi militer II dilakukan Belanda ke Indonesia pada tahun 1948.
Baca juga: Seorang Ibu di Surabaya Minta Agar Anaknya Diizinkan Mengamen oleh Wali Kota
"Waktu itu bukan perang merebut kemerdekaan, tapi mempertahankan kemerdekaan," ujar Ebes dengan semangat.
Setelah Belanda berhasil diusir dari Indonesia dan Ebes tumbuh menjadi dewasa, ia memberanikan diri merantau ke Jakarta pada tahun 1963.
Ebes hanya tujuh tahun di Jakarta karena pada tahun 1970 Ebes mengikuti program transmigrasi yang digencarkan pemerintahan Orde Baru.
Ebes berangkat ke Maluku.
Di Maluku, Ebes bekerja sebagai petani dan memiliki cucu.
Saya di Maluku tinggal di Pulau Seram, namanya Desa Waihatu Kecamatan Kairatu Seram bagian Barat," papar kakek Jusuf begitu mendetail.
Baca juga: Dihipnotis, Remaja Perempuan Asal Purwodadi Dibawa ke Kota Tua Lalu Disuruh Mengamen
Barulah setelah tahun 2000-an, Ebes dan istrinya memutuskan pulang ke Pulau Jawa.
Saat itu dia menetap di kampung halaman istri di Kebumen, Jawa Tengah.
Namun sayang tak lama kemudian sang istri wafat.
Ebes pun kemudian memilih kembali merantau ke Jakarta ketimbang ke Maluku bersama anak dan cucunya.
Bagi Ebes, menyanyi adalah hobinya sejak lama.
Bahkan, ia mengaku pernah menjadi bintang radio jenis aliran musik keroncong pada tahun 1957 silam.
Sebatang Kara di Ibu Kota
Di Jakarta, Ebes bertahan hidup dengan menjadi pengamen.
Dia tergabung dengan sejumlah musisi jalanan Sound of Sabang yang tiap harinya mengamen di kawasan itu.
Baca juga: Cahyadi Kam Alias Eki, dari Pengamen Pengamen Jalanan hingga Berprestasi di Eropa
Komaru, salah satu musisi jalanan di Jalan Sabang sudah menganggap Ebes seperti orangtuanya sendiri.
Dia dan para rekan-rekannya sesama musisi di sana selalu mengajak Ebes untuk mencari nafkah tiap malamnya.
"Dia sudah seperti keluarga sendiri," kata Komaru.
Meski mengamen di Jalan Sabang hampir setiap malamnya, rupanya Ebes tak tinggal di Jakarta.
Ia memilih mengontrak di kawasan Citayam, Depok, Jawa Barat yang jaraknya cukup jauh dari Jalan Sabang yang berada di pusat kota Jakarta.
Ebes biasanya datang dari Citayam ke kawasan Menteng menggunakan commuter line pada sore hari.
Dia lantas baru pulang ke Citayam pada esok pagi lantaran operasional commuter line tak 24 jam.
"Enakan di sana (Citayam) karena suasananya tenang," kata kakek Jusuf sambil menyebut biaya sewa kontrakannya sebesar Rp 350 ribu per bulannya.
Ingin Bisa Bertemu Cucu
Di usia tuanya, Ebes pun mengungkapkan hasratnya yakni ingin bertemu dengan cucu dan cicitnya yang saat ini tinggal di Maluku.
Baca juga: Pengamen dan Musisi Lokal akan Ramaikan Pesta Rakyat Pernikahan Kaesang-Erina, Tak Ada Artis Ibukota
Kakek Jusuf kemudian menyebutkan nama anak dan cucunya.
Tiga anak kakek Jusuf yakni Susilo, Harun Ar rasyid dan Tutur Wiguno.
Kakek Jusuf saat mengamen bersama sejumlah musisi jalanan di Jalan Sabang, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023). (TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)
Sedangkan nama cucunya, kakek Jusuf menyebut ada Hamsah, Ramli, Uston dan Ismail.
"Mungkin sekarang cucu saya itu sudah punya anak semuanya dan saya diberi kesempatan untuk menggendong cicit saya," ujar Ebes.
Ebes menuturkan dirinya memang lebih ingin bertemu dengan cucu dan cicitnya ketimbang dengan sang anak.
Baca juga: Menjambret di Dalam Angkot di Bogor, Seorang Pengamen Dihajar Warga
Pasalnya, ia menyebut anak-anak Ebes sudah mengetahui jika dia mengamen di Jakarta.
Hal itu karena ada bekas tetangga Ebes di Maluku yang kerap menemuinya tiap kali datang ke Jakarta.
"Tetangga saya di Maluku dagang baju di sana (Maluku), dia belanjanya di Tanah Abang dan kalau ke Jakarta suka nemuin saya di sini.
Berarti kan anak saya tahu saya disini tapi enggak pernah ada komunikasi," ujar Eben.
Sebagai orangtua, Ebes berharap anak-anaknya mau menemuinya di hari tua.
"Harusnya anak saya yang nemuin saya, bukan saya yang nemuin mereka," ujar Ebes menutup pembicaraan.
Penulis: Elga Hikari Putra
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Ironi Kakek 90 Tahun Ngamen di Jakarta: Muda Perang Lawan Belanda, Masa Tua Terpisah dari Anak Cucu