Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Kritisi Uji Emisi Kendaraan Jadi Syarat Perpanjang STNK

Rencana uji emisi kendaraan menjadi syarat perpanjangan STNK dan perlakuan denda mendapat protes dari pakar kebijakan publik.

Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengamat Kritisi Uji Emisi Kendaraan Jadi Syarat Perpanjang STNK
TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA
Tilang uji emisi untuk kendaraan roda dua dan roda empat akan mulai diberlakukan pada hari ini, Jumat (1/9/2023). Teknis razia kendaraan dilakukan secara acak dan langsung menguji emisi kendaraan yang melintas. TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA/SRIHANDRIATMO MALAU 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Erik Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana uji emisi kendaraan menjadi syarat perpanjangan STNK dan perlakuan denda yang diwacanakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mendapat protes dari pakar kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono.

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini menilai Menteri LHK lempar batu sembunyi tangan dan sungguh memprihatinkan karena mengkambinghitamkan emisi gas buang kendaraan masyarakat seluruh Indonesia menjadi penyebab polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.

Bambang mengatakan Menteri LHK bertanggung jawab penuh atas pencemaran udara di wilayah Jabodetabek karena terbakarnya hutan di Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Barat, Selatan, Jawa Barat, Tengah, Timur dan beberapa daerah seluruh Indonesia.

"Sejauh ini berdasarkan data BMKG, jumlah titik hotspot kebakaran sudah mencapai diatas 5.000 titik api sampai dengan hari ini. Dan titik kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera terparah lah yang membawa asap kebakaran hutan tersebut ke pesisir pulau Jawa termasuk Jabodetabek akibat angin berhembus dari barat ke timur agak ke selatan sesuai dengan informasi BMKG,” Kata Bambang, Senin (4/9/2023).

Baca juga: Polri Klaim Tak Ada Masyarakat yang Protes soal Uji Emisi di Jakarta

Pria yang akrab disapa BHS tersebut mengatakan KLHK harusnya sudah sangat paham siklus asap tahunan karena sudah berkali-kali terjadi kebakaran hutan di tahun-tahun sebelumnya yang selalu membawa dampak polusi udara diatas ambang batas di Jabodetabek yang jadi heboh tiap bulan Juli-Agustus.

Sebagaimana pada tahun 2015, 2017 dan 2019 hutan terbakar saat di bulan Juli-Agustus akibat kemarau yang dimulai bulan Mei-Juni dan yang selalu mengakibatkan pencemaran udara di Jabodetabek, Semarang dan Surabaya.

Berita Rekomendasi

"Ini, bukannya ditangani, melainkan selalu menyalahkan dan menyudutkan masyarakat mulai dari emisi gas buang, asap industri yang berlebihan dan lain lain," Kata Bambang.

Lebih konyol lagi, sambung Bambang , muncul wacana kendaraan listrik untuk digencarkan kepada masyarakat.

Harusnya, kata Alumnus ITS Surabaya ini, semua pemegang kebijakan paham, setiap adanya musim hujan setelah musim kemarau panjang tidak akan ada masalah lagi pencemaran udara karena hutan - hutan yang terbakar mulai padam akibat guyuran hujan dan ini pasti selalu diakhiri asap tersebut di akhir bulan September sehingga problem asap sudah hilang kembali.

Bambang mengkritisi KLHK karena sudah dilengkapi infrastruktur perawatan berupa pesawat dan helikopter untuk penanganan pengatasan pemadaman kebakaran hutan dan perawatannya.

"Juga termasuk anggaran yang sedemikian besar sejumlah 7,57 Triliun tetapi tidak terlihat bergerak melakukan penanganan sesuai dengan tupoksinya," kata dia.

"Sebaiknya WALHI dan masyarakat segera meng-audit kelalaian kinerja dari Kementerian Kehutanan & Lingkungan Hidup tersebut yang sangat amburadul ini sehingga mengancam kesehatan dan keselamatan dari masyarakat seluruh Indonesia.” tutup BHS

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas