Tilang Uji Emisi Kendaraan, Pengamat Bilang Pemerintah Nggak Punya Konsep Atasi Polusi
Pengendara yang tak lolos uji emisi harus membayar denda tilang sebesar Rp250.000-Rp500.000.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan tilang emisi kendaraan yang baru dilakukan akhir-akhir ini menuai kritik masyarakat terutama masyarakat bawah yang memiliki kendaraan tua.
Banyak pengendara yang terkena tilang emisi mengaku kesal atas kebijakan tilang karena emisi gas buang kendaraan ini.
Pengamat menilai kebijakan tilang emisi ini memperlihatkan pemerintah seperti tak punya konsep mengatasi polusi udara yang makin memburuk di Jakarta.
Seperti diketahui, publik akhir-akhir ini diarahkan untuk melakukan uji emisi kendaraan, baik untuk roda dua maupun empat guna menekan kadar polusi udara di ibu kota Jakarta.
Namun pada praktiknya, uji emisi tersebut justru menuai kritikan usai pemerintah dan kepolisian memberlakukan sistem tilang kepada pengendara yang tak lolos.
Ini lantaran pengendara yang tak lolos uji emisi harus membayar denda tilang sebesar Rp250.000-Rp500.000, alih-alih diminta melakukan servis.
Padahal uji emisi tersebut mulanya dilakukan secara sukarela oleh pengendara. Namun kini, kesukarelaan tersebut justru bak jebakan yang menjerumuskan pengendara ke meja pengadilan.
Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) Jawa Barat sekaligus pengamat kebijakan publik, Agus Subagyo berpendapat, pemerintah tak mempunyai konsep yang sistematis dalam pelaksanaan tilangnya.
"Terkesan pemerintah tidak responsif, namun reaktif. Setiap ada persoalan yang viral, baru semacam 'kebakaran jenggot' dengan tiba-tiba lakukan tilang emisi," ujarnya.
"Yang seolah-olah tidak punya konsep yang sistematis dalam pelaksanaan tilangnya," ujar Agus Subagyo saat dihubungi Warta Kota, Minggu (3/9/2023).
Baca juga: Cara Mendapatkan Layanan Uji Emisi Gratis di SPBU Lewat Aplikasi MyPertamina
Menurut Agus, adanya tilang emisi seperti itu justru memungkinkan oknum aparat memanfaatkan hal tersebut untuk mencari uang di jalanan.
"Kebijakan tilang emisi ini menjadi semacam alat bagi oknum aparat untuk mencari uang di jalanan."
"Dan seolah-olah mencari kesalahan pengendara kendaraan, sehingga akhirnya berujung 'damai' di tempat," ujarnya.
"Jangan sampai tujuan kebijakannya bagus, namun praktik pelaksanaannya malah dimanfaatkan oknum aparat untuk mencari uang," lanjutnya.
Baca juga: Daftar 22 Bengkel Auto2000 di Jakarta yang Sediakan Uji Emisi Gratis
Terlebih lagi, lsasaran kendaraan yang wajib uji emisi adalah kendaraan tua. Hal itu membuat banyak masyarakat menengah ke bawah yang justru menjadi sengsara atas kebijakan tersebut.
"Masyarakat bawah atau masyarakat miskin pasti punya kendaraannya adalah kendaraan tua, yang tentu harus lakukan uji emisi."
"Sementara masyarakat kaya mampu beli mobil keluaran baru, sehingga aman dari tilang emisi. Artinya yang kaya aman, yang miskin menjadi tidak aman," kata Agus.
"Apalagi beban masyarakat miskin semakin berat di mana harga sembako mahal pasca pandemi Covid-19," imbuhnya.
Agus memandang jika pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang intensif terkait tilang emisi tersebut.
Yaitu soal berapa biayanya, di mana tempatnya, dan sistem penilangannya.
"Kebijakan uji emisi dari aspek tujuan sangat bagus, yakni mengurangi polusi udara di Jakarta dan ingin melindungi masyarakat dari ancaman kesehatan," jelas Agus.
"Namun dalam praktik pelaksanaan kebijakan perlu sosialisasi oleh pemerintah dan pihak terkait," pungkasnya.
Sementara itu sebelumnya banyak pengendara yang kesal terkena tilang emisi yang diadakan di Jakarta. Ekspresi kekesalan nampak dari wajah Husniawan (27) yang terkena tilang.
Kendaraan roda duanya tak lolos uji emisi, di wilayah Mal Taman Anggrek, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Jumat (1/9/2023).
Husniawan mengaku motornya baru diservis kemarin. Namun, Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Barat menyebut jika motornya memiliki kadar CO2 (karbon dioksida) yang tinggi, di atas baku mutu 4,5 persen.
"Ini alasannya bilang CO-nya tinggi, dibilang katanya ganti bensin. Kadang Pertamax, kadang Pertalite."
"Saya makai Pertamax terus, cuma dibilang CO-nya kotor," keluh Husniawan saat ditemui di lokasi tilang emisi, Jumat (1/9/2023).
Kendati begitu, Husniawan mengakui jika pipa motornya kotor dan tersumbat. Namun Husniawan menyayangkan Sudin LH yang tak memberikan kesempatan kepadanya agar motornya diuji dua kali.
"Tadi pas saya lihat sih emang di pipanya kotor, mampet. Saya bilang mungkin dari situnya."
"Pas saya bilang suruh ulang enggak dikasih, akhirnya ditilang. Ya sudahlah mau gimana," kata Husniawan.
Pria asal Jakarta Barat ini mengatakan, motornya tersebut sudah dipakai dari tahun 2016. Sepanjang tujuh tahun ia menggunakan, tak pernah lupa dirinya melakukan servis kendaraan.
Karena itu, tilang emisi hari ini membuatnya agak kesal.
"Cuma dibilangnya emang CO-nya tinggi. Oli baru diganti kemarin, bensin enggak pernah gonta-ganti, cuma baru servis. Cuma jarang dicuci motornya gitu," jelasnya.
Dia berujar, nantinya ia akan menjalani persidangan di pengadilan buntut tilang uji emisi tersebut. Husniawan sendiri baru pertama kali mengikuti uji emisi tersebut.
"Di surat tilangnya Rp500.000, cuma kalau datang ke kejaksaan tadi polisi bilang, katanya kalau kami enggak punya uang adanya segini, bilang aja segitu."
"Nanti di kejaksaan mungkin ada keringanan nanti di sana. Ya semoga aja diringanin," harap Husniawan.
"Tapi saya tahunya cuma ada emisi doang. Cuma enggak tahu kalau kalau misalnya enggak lolos ketilang gitu," pungkasnya.
Sementara itu di Surabaya tidak menutup kemungkinan aturan tersebut juga akan berlaku.
Tanda-tandanya sudah mulai terlihat, Dishub dan polisi beberapa kali terpantau melakukan razia secara stationer kendaraan berkapasitas cc besar di jalan-jalan protokol.
Kendaraan yang kerap menjadi sasaran seperti mobil pribadi, truk pickup, mikrolet, bus, dan truk, baik yang menggunakan bahan bakar bensin maupun solar.
KBO Sat Lantas Polrestabes Surabaya, AKP Satriyono mengatakan, kendaraan yang terdeteksi mengeluarkan banyak emisi akan ditempeli stiker.
Stiker tersebut ada tulisan kendaraan tidak laik jalan, ditambah lagi si pemilik diberi Elektronik Simpati Teguran Presisi (ESTP).
"Nah, kemudian pemilik diberi waktu satu minggu untuk segera melakukan uji KIR di Kantor Dishub."
"Uji KIR untuk mengetahu komponen apa yang perlu diperbaiki atau diganti," kata AKP Satriyono.
Selain itu jangan anggap enteng teguran tersebut, karena tersimpan dalam sebuah data yang bisa diakses secara online.
Bila pemilik kendaraan terkena razia lebih dari satu kali. maka selanjutnya bukan tidak mungkin akan kena tilang polisi.
"Teguran ini terdata secara online. Bila pemilik kendaraan mengabaikan dan suatu saat kena razia lagi maka tindakannya tidak berhenti pada surat teguran saja. Tapi diberlakukan sanksi tilang," ucap Satriyono.
Laporan reporter Alga | Tribun Jatim
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.