Acara Kenduri Urban Humanity, Kesenian Dikembalikan Pada Marwahnya Sebagai Alat Memuliakan Manusia
Pameran lukisan tunggal karya Putra Gara menandai dimulainya acara Kenduri “Urban Humanity” Refleksi Kehidupan Pemulung - Seni untuk Kemanusiaan.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pameran lukisan tunggal karya Putra Gara menandai dimulainya acara Kenduri “Urban Humanity” Refleksi Kehidupan Pemulung - Seni untuk Kemanusiaan.
Acara tersebut sekaligus menandai peringatan HUT Ke-13 Rumah Singgah Bunda Lenny di bawah naungan Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan. Acara digelar di Sanggar Humaniora, Kranggan Permai Jatisampurna Kota Bekasi, Kamis (22/02/2023).
Selain bergerak di bidang seni dan budaya, Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan juga bergerak di bidang pelayanan sosial. Antara lain menyantuni anak yatim dan fakir miskin, khususnya janda-janda lanjut usia berprofesi sebagai pemulung.
Keberadaan pemulung menjadi perhatian khusus bagi lembaga nirlaba ini. Untuk pertama kali sebuah perhelatan seni yang melibatkan para awam, yaitu; pemulung dalam proses kreatif.
Penciptaan karya seni berbasis urban humanity; praktik humanis yang orisinal. Merupakan titik temu antara humaniora, desain, dan studi perkotaan dengan sumber ide penciptaan kehidupan para pemulung binaan Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan.
“Kita disadarkan bahwa daya seni adalah karunia yang menunjukkan aspek kemanusiaan kita. Inilah respon kita terhadap kondisi dan situasi permasalahan kehidupan urban. Khususnya para pemulung yang selama ini menjadi perhatian kami,” ujar Ketua Umum Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan Eddie Karsito, menyampaikan sambutan.
Kesenian, kata Eddie, harus dikembalikan pada marwahnya sebagai alat memuliakan manusia. Mengungkapkan keindahan dan ciptaan Tuhan dalam berbagai ungkapan artistik.
“Memaknai kebudayaan menghayati kemanusiaan. Menghadirkan hal-hal yang tampaknya sepele menjadi cerita bersifat humanis,” ungkapnya.
Fenomena Kemiskinan Kota
Permasalahan kota selalu menjadi topik yang terus diperbincangkan dengan berbagai permasalahan yang ditimbulkan. Termasuk fenomena kemiskinan kota, antara lain; kerentanan yang dialami pemulung dampak deprivasi berlapis, multidimensional dan saling berkaitan.
“Terus terang, ini adalah pameran lukisan tunggal pertama saya. Selama ini saya pameran lukisan tetapi lebih sering bersama. Menjadi lebih istimewa karena pameran lukisan tunggal saya ini di Sanggar Humaniora, tempat dimana saya 30 tahun lalu ditempa,” terang Putra Gara sang pelukisnya.
Melalui karya lukisan, Putra Gara mempersembahkan kebermaknaan dan kebermanfaatan melalui pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan.
“Belajar dengan seni, belajar melalui seni dan belajar tentang seni. Seni bukan sekadar kerajinan tangan, tetapi ia adalah buah pemikiran dari proses panjang pengendapan keterampilan,” ujar pelukis yang juga Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Bogor (DKKB) ini.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan Irwan Burnani, dalam sambutannya menyampaikan, kreatifitas di dalam seni apapun adalah satu hasil pengamatan dan kepekaan dari seorang seniman pada lingkungannya.
“Seperti dalam kehidupan manusia tidak lepas dari berbagai ragam peristiwa. Sebagai seniman Putra Gara mampu merefleksikan kehidupan pemulung dalam bentuk karya yang dituangkan ke kanvas,” ujar sutradara yang juga penggiat teater ini.