Sehari Jual Puluhan Boks Tramadol, Pembelinya dari Kelompok Ini dengan Kode Madol TM hingga Dodol
Peredaran Tramadol di kawasan Pasar Tanah Abang telah terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Seperti temuan awak media pada tahun 2018, obat keras merek
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tramadol yang merupakan jenis obat keras dan dilarang dijual bebas tanpa resep dokter justru dijual bebas di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, seperti di jembatan Jalan KS Tubun.
Di antaranya di depan Museum Tekstil, Jalan KS Tubun, jelang Pasar Tanah Abang, sejumlah orang terlihat berdiri di pinggir jalan membentuk barisan memanjang, pada Rabu (11/9/2024).
Masing-masing dari mereka tampak menggenggam dan menjajakan tumpukan obat yang dikemas di dalam plastik. Obat yang mereka jual itu adalah Tramadol, obat keras yang konsumsinya dilarang tanpa resep dokter.
Bak menjajakan kacang goreng, para penjual yang terdiri dari wanita dan laki-laki itu menawarkan Tramadol kepada siapapun yang lewat di sepanjang trotoar jembatan. Ada yang berdiri, ada pula yang sambil duduk di bangku lipat kecil.
Dari pantauan di sepanjang Jalan KS Tubun, Jalan Kebon Jati, Jalan Jembatan Tinggi, hingga kembali ke Jalan KS Tubun yang mengarah ke Petamburan, para penjual itu tampak sangat bebas dan secara terang-terangan menjual Tramadol di pinggi jalan.
Seorang wanita yang juga menjual Tramadol tampak menghitung beberapa lembar uang pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu dari tas kecil miliknya yang diduga hasil penjualannya.
Baca juga: Cerita Mantan Pencandu Tramadol : Usai Konsumsi Bisa Tenang Tapi Bikin Kecanduan
Ia pun tak sungkan menawarkan Tramadol kepada awak Tribunnews.
"Obat apa? Oh Madol, ada saya ini, mau berapa?" tanya ibu itu sambil mengeluarkan obat dari dalam tas kecilnya.
Sambil merokok, wanita itu mengaku menjual obat keras itu dengan harga Rp30 ribu per satu strip.
Lantas, wanita itu secara terbuka menawarkan barang dagangannya itu seraya menyebut transaksi "barang" tersebut adalah "aman".
"Transaksi di sini aman, bu?" tanya Tribunnews.
"Aman kok aman. Tenang aja, aman kok di sini, minum di sini juga bisa, itu pakai air putih," jawab wanita itu.
Sekitar 10 menit setelah itu, penjual tersebut berbincang dengan teman seprofesinya terkait masalah penjualan Tramadol. Transaksi Tramadol di sana begitu cepat. Ini juga terlihat dari pembeli lain yang hanya menghentikan sepeda motornya sesaat untuk mengambil 'barang' dan berlalu pergi seperti sudah biasa membeli.
Setelahnya Tribunnews mencoba mencari penjual lain, hingga kemudian bertemu dengan seorang pria yang berjualan pakaian bekas.
Setelah minta izin beristirahat di bangku panjang di samping lapak dagangannya tersebut, Tribunnews kembali bertanya tentang tramadol kepada pria tersebut.
Baca juga: Praktisi Kesehatan Jelaskan Bahaya Kecubung, Bisa Sebabkan Kerusakan Otak Permanen hingga Kematian
Lagi, pria berusia 58 tahun itu ternyata juga menjual obat keras tramadol secara bebas.
"Ya, saya jual juga. Ini (jual Tramadol kerjaan) sampingan saja," ucap bapak itu.
Pria dengan garis keriput di wajahnya itu menjual Tramadol dengan harga yang sama dengan penjual lain yakni Rp30 ribu per strip. Namun, dia akan memberikan diskon jika memang Tramadol itu akan dijual kembali.
Dalam sehari, pria itu mengaku bisa menghabiskan puluhan boks berisi lima strip per-boksnya. Selain satu strip, dia juga bisa menjual setengah strip atau berisi lima tablet Tramadol.
Pembelinya pun dia sebut mulai dari kuli proyek, pedagang di toko-toko Pasar Tanah Abang hingga para pengamen jalanan dengan kode lain yang biasa dia sebut 'TM'.
"Bisa beli setengah (strip) juga, harganya Rp15 ribu. Biasanya pengamen-pengamen yang beli setengah dulu, nanti sore dapat duit beli setengah lagi," ungkapnya.
Dari pengakuannya, penjualan obat secara ilegal ini sudah dilakukan sejak satu tahun terakhir.
Dia ikut berjualan obat keras itu karena butuh biaya tambahan untuk keperluan sehari-hari. Pendapatan dari bisnis aslinya, yakni berjualan pakaian, tak bisa diandalkan.
Apalagi dua dari empat anaknya kini sudah tidak bekerja karena terkena PHK.
Bak seorang sales profesional, pria yang mengenakan Polo shirt dan topi itu memberikan informasi mengenai efek penggunaan Tramadol yang bisa menambah stamina dan pikiran menjadi tenang.
Pria itu juga mengakui penjualan obat yang peruntukannya untuk meredakan rasa nyeri sedang dan parah itu sangat bebas di kawasan Pasar Tanah Abang.
Razia oleh petugas keamanan biasanya dilakukan pada malam menjelang dini hari. Waktunya pun tak bisa dipastikan. Sehingga banyak penjual yang hanya bertransaksi pada siang hari.
"Gampang di sini mah (jualan Tramadol), polisi lewat cuek aja, buser-buser lewat gitu. Iya, ya udah dapat jatah lah (petugas keamanan)," ungkapnya.
Telah Terjadi Bertahun-tahun
Peredaran Tramadol di kawasan Pasar Tanah Abang telah terjadi sejak bertahun-tahun lalu.
Seperti temuan awak media pada tahun 2018, obat keras merek tramadol juga telah dijual bebas di trotoar jalan di kawasan Tanah Abang.
Obat anti-nyeri itu dijual sejumlah orang kepada warga yang melintas di trotoar dengan kode khusus, yaitu "dodol".
Baca juga: Tampang IS, Tersangka Kasus Pembunuhan Gadis Penjual Gorengan di Padang Pariaman
Dikutip dari Kompas.com, saat berjalan kaki menyusuri trotoar dari arah Stasiun Tanah Abang menuju Blok G Tanah Abang, pada 23 Agustus 2018, seorang pria yang sedang jongkok di trotoar, berkaos abu-abu, dan berkaca mata hitam menawarkan sebuah produk yang dia sebut "dodol".
Di simpang Jatibaru, tepatnya di sebuah warung kecil, seorang pemuda berkaos hitam-putih dan bercelana pendek kembali menawarkan produk bernama "dodol" itu. Tawaran itu juga ditolak.
Seorang pria berperawakan tinggi kurus dan berkemeja kotak-kotak warna biru kemudian memarahi pemuda yang menawarkan produk tersebut.
"Lu kalau yang begitu, Lu jangan tawarin. Cari yang lain," kata pria tersebut.
Jarak tiga meter dari dua laki-laki tersebut, seorang pemuda membawa plastik belanjaan mendatangi dua laki-laki yang berada di warung tersebut. Tawaran untuk membeli "dodol" pun kembali terdengar.
"Mau beli dodol?" tanya pria berkemeja biru.
"Berapa strip? Rp 35.000. Kalau tramadol di sini dijual murah. Kalau Lu di atas lebih mahal, enggak usah nawar," kata pria itu.
Pria itu kemudian mengambil sebuah bungkusan plastik berwarna hitam dari dalam warung dan duduk di barrier atau beton pembatas. Tanpa mempedulikan pejalan kaki yang berlalu lalang, pria itu mengambil satu strip tramadol dan secara terang-terangan memberikan obat tersebut.
"Nih, satu strip," ujar si penjual.
Setelah menerima barang, pembeli pergi.
Baca juga: EKSKLUSIF: Eks Bos Jamaah Islamiyah Ungkap Bahan Peledak dan DPO Telah Diserahkan ke Densus 88
Setelah transaksi itu, si penjual berjongkok di depan warung sambil mengeluarkan seluruh tramadol dari bungkusan.
Ada lebih dari 10 strip tramadol yang dikeluarkan dari bungkusan tersebut.
Kompas.com kemudian hendak berpura-pura membeli tramadol ke penjual yang pertama kali memberli tawaran.
"Ada dodol enggak?" tanya Kompas.com. "Dodol? Enggak ada," jawab pria itu. Namun beberapa saat kemudian dia memanggil.
Saat kembali ke lokasi itu, dua orang pria bertanya berapa banyak dodol yang mau dibeli. Salah seorang penjual terdengar menggunakan bahasa daerah.
"Sini-sini duduk. Butuh berapa?" tanya penjual tersebut.
Penjual itu mengatakan, dia bisa menyediakan satu boks tramadol berisi lima strip seharga Rp 120.000. Namun, dia juga bisa menjual tramadol dengan jumlah lebih kecil.
"Kalau Rp 50.000 bisa, dapat dua strip. Satu strip isi 10 biji. Tenang di sini aman," kata dia.
Efek Euforia dan Kecanduan
Pakar farmakologi dan farmasi klinis Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. apt. Zullies Ikawati mengatakan, sejatinya sifat Tramadol ini masuk dalam golongan narkotika.
"Ya jadi Tramadol itu adalah obat golongan narkotik yang biasanya dipakai untuk penghilang rasa sakit. Jadi istilahnya analgesik ya, penghilang nyeri gitu, sama kayak morfin, kokain dan teman temannya satu golongan," kata Zullies kepada Tribunnews.
Tramadol disebutnya merupakan jenis obat yang legal. Jika ingin mengonsumsinya, harus mempunyai resep dokter dan sesuai dengan indikasi penyakitnya.
Layaknya obat penghilang rasa nyeri lainnya seperti Paracetamol, Tramadol juga mempunyai dosis tertentu dengan tujuan untuk terapi.
"Dosisnya bisa dipakai 50 sampai 100 miligram, 2 sampai 3 kali sehari tergantung dari nyerinya. Jadi kalau nyeri itu kan sangat subjektif ya dan juga tingkat kenyeriannya bisa berbeda-beda ya sekitar 100 miligram gitu kalau nyeri berat bisa digunakan semacam itu, tapi dosis maksimalnya enggak boleh lebih dari 400 mg sehari," tuturnya.
Zullies tak menampik bahwa Tramadol sering disalahgunakan oleh sejumlah orang karena obat itu menimbulkan efek euforia atau halusinasi.
"Karena kan dia kerjanya di sistem saraf pusat, nah dia membuat ngefly gitu gitu. Jadi memang walaupun efek terapi biasa itu pun kadang-kadang ada yang membuat ngantuk, atau mungkin tenang lah, jadi kayak semacam obat penenang juga sih. Jadi kayak tadi sifat sifat narkotiknya itu," jelasnya.
Selain itu, Tramadol sebagai salah satu golongan obat opioid (narkotika) bekerja di sistem saraf untuk mengubah cara tubuh merasakan dan merespons rasa sakit.
Seseorang yang kecanduan obat Tramadol biasanya akan memiliki ketergantungan fisik yang berbahaya.
"Apabila disalahgunakan, Tramadol bisa menimbulkan efek kecanduan dan ketergantungan seperti halnya narkotika," ungkap dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.