MPR Serap Aspirasi Masyarakat Sulawesi Utara Soal GBHN
"Ini lah dilemanya yakni kedudukan dan status MPR yang tidak lagi sebagai lembaga tinggi negara dan MPR tidak lagi berwenang soal perumusan GBHN,"
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Wacana dibentuknya satu haluan negara seperti GBHN makin hangat diperbincangkan berbagai pihak di seluruh Indonesia.
Berbagai elemen masyarakat sepertinya terbagi dua, satu sisi ada yang mendukung.
Namun di sisi lain banyak yang menyatakan perlu penelahaan lebih mendalam lagi.
Seperti diketahui sejak dihapuskannya GBHN pasca reformasi, negara Indonesia menerapkan model rencana pembangunan nasional.
Rencana pembangunan nasional disusun berdasarkan Undang undang melalui Rencana Pembangunan Nasional jangka menengah dan panjang berdasarkan visi dan misi Presiden terpilih.
Dengan model tersebut sebagian besar elemen masyarakat sangat mengkhawatirkan inkonsistensi rencana pembangunan nasional setiap kali Presiden terpilih.
Selain itu dikhawatirkan terjadi ketidakselarasan rencana pembangunan antara pusat dan daerah.
Hal-hal itulah yang sangat memperoleh perhatian serius masyarakat.
Dalam satu gelar acara Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan metode Focus Grup Discussion (FGD) membahas secara mendalam soal 'Reformulasi Sistem Perencanaan Pembangunam Nasional dengan Model GBHN'.
Acara tersebut digelar Badan Pengkajian MPR Kelompok V MPR RI bekerjasama dengan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), di kota Manado, Sulawesi Utara, Sabtu ( 5/3/2016).
Tiga narasumber utama diantaranya dosen Fakultas Hukum Unsrat Lendy Siar, dosen Fakultas Hukum Unsrat Toar N Palilingan, dan dosen FISIP Unsrat Agustinus B Patty mengisi diskusi tersebut.
Acara tersebut diikuti sekitar 50 peserta akademisi Unsrat dan beberapa akademisi serta pakar tata negara di Manado.
Beberapa anggota MPR yang hadir dalam acara tersebut sebagai komentator dan penerima aspirasi.
Anggota MPR yang hadir diantaranya Pimpinan Badan Pengkajian MPR Martin Hutabarat, Sukamta dari Fraksi PKS MPR, Ahmad Riza Patria dari Fraksi Gerindra, Muslim dari Fraksi Demokrat MPR, dan Nurmawanti Dewi Bantilan dari kelompok DPD di MPR.