Waspadai Kecurangan-Kecurangan dalam Pemilu
Indonesia baru melakukan pemilu legislatif dan pemilu presiden secara serentak pada 17 April 2019. Pemilu serentak membawa dinamika dan potensi tersen
Editor: Content Writer
Indonesia baru melakukan pemilu legislatif dan pemilu presiden secara serentak pada 17 April 2019. Pemilu serentak membawa dinamika dan potensi tersendiri. Salah satunya potensi kecurangan-kecurangan dalam Pemilu yang harus diwaspadai.
Demikian satu benang merah dalam Diskusi bertema "Konsolidasi Nasional Menjelang Pemilu Tahun 2019" yang dilakukan bersamaan dengan pembukaan press gathering pimpinan MPR dengan wartawan parlemen di Yogyakarta, Jumat malam (219/10/2018). Pembicara diskusi ini adalah Arwani Thomafi (Ketua Fraksi PPP MPR RI), Fary Djemi Francis (Ketua Fraksi Gerindra), Ayub Khan (Sekretaris Fraksi Demokrat), dan Capt Jhoni Rolindrawan (Ketua Fraksi Hanura MPR RI).
Para pembicara mengakui bahwa pemilu serentak (Pileg dan Pilpres) secara bersamaan telah membawa potensi dan dinamika tersendiri. Persoalannya, Indonesia belum mempunyai pengalaman menyelenggarakan Pileg dan Pilpres secara bersamaan.
"Kita tidak punya pengalaman dalam Pemilu serentak. Kalau terjadi ketegangan-ketegangan, hal itu biasa-biasa saja," kata Arwani Thomafi.
Ayub Khan dan Rolindrawan juga mengakui potensi dan dinamika yang terjadi menjelang Pemilu 2019. Ini terlihat dari perang isu di masyarakat. Parpol pun menghadapi persoalan tersendiri, yaitu dilema partai politik antara mengutamakan perolehan kursi di legislatif atau memenangkan calon presiden.
Menurut Arwani, parpol lebih berkonsentrasi bagaimana meraih kursi sebanyak-banyaknya di legislatif. Pendapat ini pun disetujui Ayub Khan dan Rolindrawan. Keinginan parpol itu pun dinilai wajar.
Arwani dan Fary Djemi justru mengkhawatirkan adanya kecurangan-kecurangan yang akan terjadi dalam penyelenggaraan pemilu serentak. "Yang kita khawatirkan adalah kecurangan yang tidak diantisipasi penyelenggara pemilu," kata Arwani.
"Penyelenggara pemilu harus adil, jujur, dan tidak korup. Yang terjadi selama ini adalah ada oknum KPU dan Bawaslu main curang dengan oknum caleg dan parpol. Ini yang membuat suasana menjadi tegang," imbuhnya.
Tak jauh berbeda, Fary Djemi mengungkapkan bahwa perang sesungguhnya ada di Tempat Pemungutan Suara (TPS) bukan perang isu di media. "Sehingga kita perlu memperkuat TPS. Jangan sampai ada kecurangan-kecurangan di TPS baik pada saat perhitungan, penetapan dan sebagainya. Kita fokus di TPS," katanya.
Untuk itu Arwani maupun Fary Djemi sepakat untuk memperkuat saksi. Keduanya juga setuju agar pemerintah mengalokasikan anggaran untuk saksi-saksi di TPS. (*)