MPR: Kita Dorong Pilkada Depankan Transparansi, Akuntabel, Tanpa Mahar
Selama dua minggu ini wacana dan pemikiran mengenai Pilkada dikembalikan ke DPRD kembali menyeruak.
Editor: Content Writer
Terkait adanya keinginan untuk mengembalikan Pilkada ke DPRD, mantan aktivis HMI itu menyebut belum ada usulan langsung dari pemerintah.
“Jadi masih wacana, kita tunggu sikap resmi pemerintah”, ujarnya.
Anggota MPR dari Kelompok DPD, Otopianus P Tebai dalam kesempatan yang sama mengusulkan ada beberapa isu.
“Pembiayaan Pilkada harus dibatasi”, ujarnya. Anggota DPD dari Papua itu dalam diskusi memberi batasan berapa-berapa anggaran yang mestinya dikeluarkan.
Selain masalah biaya, Oto juga menyinggung dalam Pilkada, potensi putra asli daerah diperhitungkan. Mereka kepala daerah terpilih menurutnya dibatasi sekali masa periode dengan waktu 8 tahun. “Tak boleh dua periode”, tuturnya. Agar pelaksanaan Pilkada bisa berjalan dengan baik, alumni SMP PGRI Nabire menyarankan agar jumlah anggota KPPS ditambah.
Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, sebagai pembicara ketiga dalam diskusi dengan tegas mengatakan, “saya tak setuju bila Pilkada dikembalikan ke DPRD”, ujarnya. Mengapa dirinya menolak? “alasannya banyak”, tegasnya.
Bila biaya Pilkada disebut banyak, dirinya membandingkan dengan biaya untuk Pilpres dan Pileg yang juga tidak sedikit. Untuk itu mengapai Pilkada saja yang disorot.
Kemudian bila dikatakan banyak kepala daerah ditangkap oleh KPK akibat dari politik biaya tinggi, Ray Rangkuti juga membandingkan banyak juga anggota DPR, DPRD, jaksa, dan hakim yang juga ditangkap oleh KPK.
Menurut Ray, kualitas demokrasi tertinggi adalah bila rakyat terlibat langsung dalam Pemilu. Dirinya heran di tengah semakin berkembangnya pembangunan infrastruktur dan kemajuan teknologi, justru masyarakat diajak kembali ke Pemilu model lama.
“Pemilihan seperti pada masa Yunani kuno dengan sistem diwakilkan”, tuturnya. Dirinya menegaskan bila UU Pilkada mau direvisi, yang diperkuat adalah posisi rakyat. Ini penting sebab bila Pilkada dikembalikan ke DPRD maka akan menguatkan oligarkhi partai politik.
“Agar Pilkada tak berbiaya mahal maka partai politik perlu didisplinkan dengan cara tidak meminta mahar kepada calon kepala daerah”, tegasnya.(*)