Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bamsoet: Hadapi Krisis Global, Saatnya Kembali ke Ekonomi Pancasila

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan, akibat pandemi Covid 19 dunia seperti menuju kebangkrutan massal.

Editor: Content Writer
zoom-in Bamsoet: Hadapi Krisis Global, Saatnya Kembali ke Ekonomi Pancasila
MPR RI
Bamsoet saat menjadi keynote Speaker Seminar dan Bedah Buku 'Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi', kerjasama MPR RI, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan IPB Press, di Bogor, Sabtu (20/6/2020). 

Akibatnya, lanjut Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini, kesenjangan sosial dan ekonomi masih sangat tinggi. Sebagai contoh, kesenjangan dalam penguasaan tanah, yang sangat timpang.

Pada satu sisi satu orang atau satu kelompok menguasai ratusan ribu hektar atau bahkan jutaan hektar tanah.

Tetapi pada sisi lain jutaan petani hanya memiliki rata rata 0,3 hektar saja dan bahkan lebih banyak lagi yang tidak memiliki tanah.

"Para pejabat baik di tingkat pusat maupun daerah lebih condong berpihak pada para pengusaha besar dengan berbagai motivasi jangka pendek untuk kepentingan personal atau kelompok. Sehingga kelompok ekonomi bawah maupun kecil yang seharusnya menjadi prioritas justru tertinggal sama sekali di belakang," tandas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menilai, jika sistem yang kontradiksi dalam demokrasi politik dan demokrasi ekonomi ini terus terjadi, maka masalah kesejahteraan sosial sangat sulit diwujudkan.

Ketidakadilan dan kesenjangan ekonomi akan terus berjalan sehingga semakin jauh dari Pancasila dan cita-cita kemerdekaan bangsa.

"Tantangan terbesar Ekonomi Pancasila semata bukan hanya pada globalisasi, melainkan pada mental dan kualitas pejabatnya. Sebagus apapun konsep tatanan perekonomian tak akan membuahkan hasil maksimal jika dijalankan oleh para pejabat yang tak memiliki semangat nasionalisme dan berjiwa Pancasila," ujar Bamsoet.

Berita Rekomendasi

Seperti diketahui, lanjut Bamsoet di sektor pangan kondisi kedaulatan pangan Indonesia tampak mulai memprihatinkan sejak 2010.

Sejak 2010-2013, setiap tahun Indonesia mengimpor 1,5 juta ton garam (50 persen kebutuhan garam nasional), 70 persen kebutuhan kedelai nasional, 12 persen kebutuhan jagung, 15 persen kebutuhan kacang tanah, 90 persen kebutuhan bawang putih, 30 persen konsumsi daging sapi nasional, 70 persen kebutuhan susu, dan impor buah serta sayuran yang terus meningkat.

Kondisi ini terus memburuk sehingga pada tahun 2017/2018 misalnya, Indonesia sudah menjadi importir gula terbesar dunia (4,45 juta ton) menggesar China (4,2 juta ton).

Kondisi impor pangan yang lain juga tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti.

Saat ini, jelas Bamsoet, kondisi keuangan Indonesia dan juga banyak negara dunia lainnya sedang mengalami hantaman keras.

Bisa dilihat dari penerimaan pajak yang terpukul, per April 2020 turun 3,1 persen menjadi Rp 376,3 triliun dengan defisit APBN mencapai Rp 74,5 triliun.

Total hutang kita juga tak sedikit. Per April 2020, tercatat mencapai Rp 5.172,48 triliun yang terdiri dari Rp 4.338,44 triliun atau 83,9 persen dari Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 834,04 triliun atau 16,1 persen berasal dari pinjaman luar dan negeri.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas