HNW: Dewan Masjid Bisa Jadi Pionir Amalkan Islam Moderat dan Laksanakan 4 pilar MPR RI
Apalagi UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa menjalankan ajaran agama adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh negara.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mengingatkan banyak istilah dalam Al Quran dan alHadits yang diadopsi ke dalam Pancasila. Ini menjadi bukti, peran Ulama dan umat Islam bersama tokoh bangsa lainnya, dalam proses pembentukan dasar negara Indonesia Merdeka yaitu Pancasila.
“Apabila kita membaca dan memahami Pancasila secara seksama, di situ akan ditemukan istilah adil, rakyat, hikmah, adab, wakil, hingga musyawarat. Itu semua bagian dari prinsip-prinsip ajaran Islam yang berasal dari Bahasa Arab dan termuat dalam Al Quran maupun Hadits Nabi. Istilah “adil” dan “rakyat” malah disebut berulang dalam Pancasila,” ujarnya saat melaksanakan sosialisasi 4 pilar MPR RI dengan Pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jakarta Pusat di Jakarta, Senin(21/9).
Istilah-istilah itu menurut Hidayat menjadi bukti keterlibatan tokoh umat Islam bersama tokoh Bangsa dari beragam latar belakang, dalam proses pembentukan dasar negara. Bukan hanya terkait dengan personelnya saja (di mana ada banyak ulama dari berbagai ormas dan orpol Islam yang ikut dalam pembahasan di BPUPKI, Panitia Sembilan dan PPKI) tetapi juga secara istilah dan konsep, mereka perjuangkan hingga diterimanya terminologi dan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadits.
Lebih lanjut, HNW menambahkan apabila ada pandangan Islamophobia yang menuduh bahwa umat Islam atau aktivis masjid dengan sebutan anti Pancasila atau anti NKRI, maka tuduhan tersebut jelas tidak benar dan bertentangan dengan fakta sejarah, jasa dan peran serta Umat Islam dalam menghadirkan dan menyelamatkan Pancasila serta NKRI.
Tetapi Umat Islam sendiri perlu memahami Pancasila dan NKRI dengan spirit pengenalan fakta sejarah kontributif ini. Sehingga umat Islam bisa memahami Pancasila dan NKRI dengan benar, bukannya malah salah paham terhadap Pancasila dan NKRI. Karena faktanya para ulama, baik dari Ormas Islam seperti Muhammadiyah (dengan tokohnya KH Kahar Mudzakkir, Ki Bagus Hadikusumo) dan NU (dengan tokohnya antara lain KH Wahid Hasyim) maupun Ulama yang terhimpun dalam Partai Politik Syarikat Islam dan Penyadar (H Abikusno Tjokrosujoso dan H Agus Salim) bersama tokoh bangsa lainnya, terlibat secara aktif dan konstruktif menghadirkan dan menyetujui Pancasila, sehingga banyak istilah dalam Al-Quran dan Al-Hadits yang diterima dan digunakan dalam Pancasila.
“Semua sila Pancasila itu pun tidak ada yang bertentangan dengan aqidah maupun syariat Islam. Dengan memahami sejarah dan nilai-nilai Pancasila seperti ini, diharapkan terkoreksilah mereka yang salah paham terhadap Umat Islam, mereka yang mengembangkan Islamophobia dan cenderung nyinyir, tidak simpatik dengan Umat Islam yang sudah berjasa ikut hadirkan Pancasila, malah selamatkan Pancasila pada pagi tanggal 18 Agustus 1945. Dan menyelamatkan NKRI, sebagaimana peran M Natsir, ketua Fraksi Partai Islam Masyumi, yang berinisiasi dengan mosi Integral 3/4/1950, dan berhasil selamatkan NKRI, setelah sebelumnya diubah oleh penjajah Belanda menjadi RIS,” lanjut HNW.
Dengan demikian, lanjut HNW, Umat Islam juga perlu memahami bahwa Indonesia Merdeka, Pancasila dan NKRI adalah warisan jihad, ijtihad, mujahadah, musyawarah dan tadhhiyyah (pengorbanan) dari ulama baik dari Ormas maupun Orpol, sehingga seharusnya Umat Islam termasuk Pengurus Dewan Masjid, akan menjaga “warisan” perjuangan ini, agar tidak diselewengkan atau di-‘begal’, sehingga menjauh dari fakta-fakta sejarah itu. Menjauh dari cita-cita Indonesia Merdeka yang disepakati oleh Founding Fathers and Mothers.
“Tapi Umat Islam juga jangan menjadi Indonesiaphobia, antipati dengan negerinya sendiri. Karena mengira bahwa hadirnya Negara Indonesia ini tidak ada hubungannya dangan peran dan jasa tokoh umat Islam. Pemahaman seperti ini penting juga untuk para aktivis dan pengurus Masjid. Sehingga diharapkan akan banyak dampak positif bagi peran Masjid dan para pengurusnya, untuk menjaga maslahat Umat, menguatkan NKRI dan terlaksananya Pancasila dalam kehidupan nyata, seperti dalam kegiatan di Masjid,” tukasnya.
Apabila sejarah tersebut dipahami dengan baik dan benar, maka para pengurus dan aktivis Masjid, bisa menjadikan Masjid sebagai wasilah dan sarana pengamalan ajaran Islam moderat yang berorientasi tauhid, melaksanakan ajaran Agama Islam yang rahmatan lil alamin; manusiawi adil dan beradab. Mementingkan ukhuwwah dan persatuan, mengedepankan prinsip inklusif dengan hikmah dan permusyawaratan serta kepedulian untuk menghadirkan kemajuan serta kesejahteraan bagi jemaahnya dan bagi umat. Semua sesuai dengan sila-sila dalam Pancasila,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyatakan bahwa apabila demikian, maka akan terkoreksilah salah paham terhadap Umat Islam dan relasinya dengan Pancasila dan NKRI. Dan terkoreksi pula salah paham sebagian kecil Umat akan relasi Indonesia dengan Umat Islam. Agar terkoreksi pula pihak yang sempat mencurigai aktivis Masjid, yang bisa bahasa Arab, hafidh Al-Qur'an serta good-looking, yang dicurigai sebagai agen penyebaran radikalisme via Masjid. Kecurigaan tidak benar, yang basisnya adalah Islamophobia.
HNW berharap para aktivis masjid yang tergabung dalam DMI sesudah mengikuti sosialisasi 4 pilar MPR RI bisa semakin fokus melaksanakan kegiatan memakmurkan masjid dan agenda dakwahnya, karena itu juga sejalan dengan 4 pilar MPR RI, yakni Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Apalagi UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa menjalankan ajaran agama adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh Negara,” tukasnya.
Hidayat menuturkan, pemahaman semacam ini perlu disampaikan, agar para aktivis masjid memperoleh pemahaman yang utuh terkait peran ulama, umat, dan umaro (para sultan) yang, bersama tokohb bangsa lainnya, telah berjasa menghadirkan Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menghormati Bhinneka Tunggal Ika. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan diselenggarakannya sosialisasi 4 pilar MPR RI ini sejak dirinya menjabat sebagai Ketua MPRI RI pada 2004 lalu.
“MPR selalu bekerja sama dengan seluruh komponen bangsa, seperti ormas keagamaan, kampus, sekolah, pondok pesantren, lembaga-lembaga negara dan lain-lainnya, untuk menyelenggarakan kegiatan sosialisasi 4 pilar MPR RI ini,” ujarnya.
HNW menambahkan sosialisasi dipentingkan, agar Umat dan bangsa makin mengenal serta memahami sejarah serta konsensus dasar dalam bernegara, agar makin cinta dengan Indonesia (sejarah, dasar negara dan cita-citanya). Juga dapat mengatasi tantangan zaman, mengisi peluang kebaikan ke depan. Serta, mengantisipasi penyimpangan seperti separatisme, terorisme, neo kolonialisme, komunisme dengan pemberontakan PKI-nya. Atau mereka yang “diam-diam” mencoba mengubah esensi Pancasila yang telah final sejak 18 Agustus 1945 menjadi Trisila atau Ekasila, seperti yang pernah muncul dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila kemarin. Agar hal-hal yang menyimpang itu bisa dikoreksi oleh umat dan bangsa, dan agar tidak lagi terjadi,” pungkasnya.