Wacana Amandemen UUD NRI Tahun 1945, Syarief Hasan: Kita Bahas Bersama Guru Besar UGM
Dalam menyikapi amandemen, pimpinan MPR membagi tugas untuk menjaring aspirasi masyarakat dari berbagai klaster.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Bertempat di Ruang Multimedia 1, Lt.3, Gedung Kantor Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM), Bulaksumur, Kota Yogyakarta, 26 Oktober 2020, MPR bersama dengan Dewan Guru Besar (DGB) UGM menggelar focus group discussion (FGD). Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih dikenal dengan Empat Pilar MPR dalam bentuk FGD itu bertema ‘Wacana Amandemen UUD NRI Tahun 1945 Khususnya Terkait Dihidupkannya Kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)’. Hadir dalam FGD, Wakil Ketua MPR Syarief Hasan, Wakil Rektor UGM Djagal Wiseso Marseno, Ketua DGB UGM Koentjoro serta puluhan guru besar lainnya, seperti Kaelan dan Sofian Effendi.
Di hadapan peserta FGD, baik yang hadir langsung maupun secara daring, Syarief Hasan mengucapkan terima kasih kepada kampus tertua di Indonesia itu sebab dirinya disambut dengan hangat dan terbuka. Dikatakan, di tengah pandemic Covid-19 di bulan ke-10, kita semua merasa prihatin. “Dalam kehidupan kita harus menerapkan protokol kesehatan,” tuturnya.
Meski dalam masa yang demikian, serta aturan protokol yang mesti dilakukan, MPR tetap melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya. “Hal demikian menunjukan bahwa kita cinta kepada rakyat, bangsa, dan negara,” ujar Menteri Koperasi dan UMKM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
“Kami juga melakukan apresiasi kepada UGM dan civitas akademikanya yang bersama MPR melakukan kegiatan seperti ini,” tambahnya.
Diungkapkan, beberapa tahun ini muncul wacana mengenai amandemen UUD. Wacana ini menurutnya amanah atau rekomendasi dari MPR periode 2014-2019. Sebagai amanah atau rekomendasi MPR sebelumya, MPR periode ini yakni 2019-2024 diharap mampu menuntaskan keinginan tersebut.
“Semua pimpinan MPR menyepakati hasil rekomendasi pimpinan MPR sebelumnya,” ungkapnya.
Meski demikian dalam masalah amandemen, pria asal Sulawesi itu tetap menekankan perlunya kehatihatian. “Selama ini kita terus melakukan pendalaman materi dan berkomunikasi dengan seluruh komponen bangsa.” paparnya. Wacana mengenai amandemen diakui mengembang, tak sebatas pada masalah GBHN.
Dalam menyikapi amandemen, pimpinan MPR membagi tugas untuk menjaring aspirasi masyarakat dari berbagai klaster.
“Setiap kelompok yang merepresentasikana masyarakat kita ajak rembugan,” tuturnya.
Sebagai pimpinan MPR, Syarief Hasan mengatakan dirinya kerap menjaring aspirasi mengenai wacana amandemen dengan intelektual, akademisi, dan civitas akademika dari berbagai perguruan tinggi. Sebelum Covid-19 melanda, kepada peserta acara itu ia mengatakan telah mengunjungi berbagai perguruan tinggi, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan provinsi lainnya.
“Sebelum di UGM, saya menjaring aspirasi mengenai wacana amademen UUD di Universitas Padjadjaran. Jadi kami fokus pada akademisi,” tambahnya.
Dirinya merasa senang menjaring dan mendengar aspirasi dari kalangan intelektual, akademisi, dan civitas akademika sebab kelompok ini dirasa sebagai kelompok yang independent. “Meski ada satu dua yang tidak namun mayoritas kelompok masyarakat ini adalah kaum independent,” ucapnya.
Terkait keberadaan UUD, Syarief Hasan mengatakan di tengah masyarakat ada tiga kelompok yang menyikapi konstitusi ini, ada yang ingin kembali ke UUD Tahun 1945 yang asli, ada yang ingin mempertahankan yang sudah ada, ada pula yang ingin melakukan amandemen kembali. “Semua itu ada plus minusnya,” ujarnya.
Semua keinginan ada konsekuensinya. Dikatakan bangsa ini telah melakukan beberapa kali amandemen UUD. Amandemen membawa perubahan yang mendasar, di antaranya adalah MPR tidak lagi menetapkan dan membuat GBHN.