Ruang Diskusi GBHN Masih Terbuka, Syarief Hasan Berharap Lebih Banyak Masukan Dari Akademisi
Berbagai metode penyerapan aspirasi yang dinilai tepat untuk menjaring gagasan serta pemikiran akademisi seperti silaturahmi.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI Sjarifuddin Hasan mengungkapkan bahwa ruang diskusi seputar munculnya kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai sistem perencanaan pembangunan nasional melalui amandemen UUD NRI Tahun 1945, sampai saat ini masih terbuka lebar untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Hal itu sangat dimungkinkan sebab, sebagai negara yang menganut sistem demokrasi Pancasila, tentu sebelum mengambil kebijakan besar pasti harus melalui musyawarah untuk mencapai kemufakatan bersama sesuai sila ke empat dalam Pancasila.
“Itulah yang MPR sedang lakukan terkait GBHN ini. Sejak awal wacana besar ini bergulir, MPR periode 2014-2019 kemudian dilanjutkan oleh MPR periode 2019-2024 melakukan kajian secara mendalam dengan melibatkan elemen masyarakat salah satunya para akademisi perguruan tinggi,” katanya.
Berbagai metode penyerapan aspirasi yang dinilai tepat untuk menjaring gagasan serta pemikiran akademisi seperti silaturahmi, seminar, Focus Group Discussion dilakukan MPR dengan membuat kegiatan di gedung MPR lalu mengundang akademisi sebagai peserta, atau MPR mendatangi langsung ke kampus-kampus.
Hal tersebut disampaikan Pimpinan MPR dari Partai Demokrat ini, dalam acara Silaturahmi dan Serap Aspirasi bertema ‘Menghidupkan Kembali GBHN’, di Aula Pertemuan, lantai IV, Gedung Rektorat Universitas Sam Ratulangi, Kota Manado, Sulawesi Utara, Senin (3/5/2021).
Hadir dalam acara Rektor Unsrat Ellen Joan Kumaat, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Ronny Gozal para dekan berbagai fakultas dan perwakilan mahasiswa.
Namun, Syarief Hasan melihat, dalam perjalanannya ternyata banyak sekali beragam masukan dengan berbagai argumentasi yang cerdas dan ilmiah dari para akademisi di antaranya, ada yang berpendapat tidak perlu ada GBHN karena sudah ada RPJMN, lalu pendapat lain mengatakan perlu muncul GBHN melalui amandemen terbatas UUD dengan tujuan agar pembangunan menjadi berkelanjutan dan terarah, di sisi lain ada yang mengatakan perlu ada GBHN tapi payung hukumnya masuk di Undang-Undang saja sehingga tidak perlu lagi mengubah kembali UUD.
Selain itu ada beberapa pendapat dan pertanyaan menarik yang muncul yakni, jika GBHN dihadirkan melalui amandemen oleh MPR, Pertama kedudukan lembaga MPR mesti dikembalikan lagi menjadi lembaga tertinggi negara dan Presiden sebagai mandataris MPR. Kedua, apa sanksi yang diberikan ketika penyelenggara negara tidak menjalankan GBHN dengan benar atau malah gagal sama sekali.
"Pendapat yang berbeda itu sah-sah saja menurut saya, dan semuanya akan kami tampung, kemudian menjadi materi penting dalam pengkajian GBHN di MPR," ujarnya.
Intinya, lanjut Syarief Hasan, terkait GBHN rakyat sebenarnya tidak melihat atau mempermasalahkan berbagai perdebatan yang ada. Rakyat hanya akan memperhatikan apakah keputusan yang dihasilkan berdampak bagus dan memberikan kesejahteraan untuk mereka. Mengingat pentingnya wacana ini, Syarief Hasan mengajak para akademisi perguruan tinggi untuk lebih banyak berpartisipasi aktif agar haluan negara bisa menjadi satu kebijakan yang membawa kebaikan untuk semua terutama rakyat kecil.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Unsrat Ellen Joan Kumaat memberikan apresiasi tinggi kepada Wakil Ketua MPR Syarief Hasan yang membuka dialog seputar wacana besar bangsa tersebut kepada civitas akademika Unsrat.
"Diskusi yang kita lakukan ini sangat dibutuhkan bangsa dan negara. Saya berharap semua masukan, buah pikir dari kami akan membantu mempermudah MPR dalam mengambil keputusan. Dan, saya rasa karena bobot kualitas materi ini sangat bagus, kami akan membuat kegiatan lanjutan seperti FGD secara virtual dengan mengundang lebih banyak akademisi serta Bapak Syarief Hasan sebagai undangan kehormatan," tutupnya.