Wakil Ketua MPR RI: Penyimpangan dalam Pengendalian Covid-19 Berpotensi Ciptakan Ancaman Baru
Wakil Ketua MPR RI sampaikan keprihatinan atas penyalahgunaan wewenang dari para pelaksana pengendalian Covid-19 yang berpotensi ciptakan ancaman baru
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Penyalahgunaan wewenang dari para pelaksana pengendalian Covid-19 menghambat pencapaian target dan berpotensi meningkatkan kembali penyebaran virus corona di tanah air.
"Tata kelola pengendalian Covid-19 harus diawasi secara ketat mulai aspek testing, tracing, treatments, distribusi vaksin, pendataan hingga pemilihan para petugas pelaksananya," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/5).
Lestari prihatin dengan munculnya kasus-kasus penyalahgunaan wewenang yang memanfaatkan upaya pengendalian Covid-19 untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Kasus penggunaan alat testing Covid-19 bekas dan vaksin ilegal yang diperdagangkan, tegas Rerie, sapaan akrab Lestari, merupakan kasus yang seharusnya bisa diantisipasi.
Saat sebagian masyarakat masih mempertanyakan kebenaran adanya virus corona dan mulai jenuh, Rerie mengatakan, penggunaan alat test Covid-19 daur ulang menambah jumlah orang yang ragu terhadap virus corona.
Dampak serupa, tambah anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, juga tercipta dari terkuaknya jual beli vaksin ilegal, yang memberi kesan para pemangku kepentingan kurang serius dalam penanganan pengendalian Covid-19.
Para pemangku kepentingan, tegas Rerie, harus benar-benar taat terhadap regulasi yang ditetapkan dalam tata kelola pengendalian Covid-19, termasuk dalam hal testing dan tahapan vaksinasi nasional.
Karena, tegasnya, penyimpangan yang terjadi dalam pengendalian Covid-19 bukan hanya menghambat, tetapi juga berpotensi meningkatkan kembali penyebaran virus korona di tanah air.
Apalagi, ujarnya, dari 181,55 juta target vaksinasi per Sabtu (22/5) jumlah orang yang mendapat vaksin Covid-19 lengkap baru 9,82 juta orang atau baru 5,40% dari target.
Demikian pula dengan tingkat kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan (prokes). Data Satgas Covid-19 pada pekan lalu menyebutkan tingkat kepatuhan masyarakat di sejumlah daerah menjalankan prokes di tempat wisata terbilang rendah.
Sebagai contoh di DKI Jakarta, Bangka Belitung, Riau dan Sumatera Selatan yang masing-masing angka kepatuhan prokesnya 27%, 33%, 58%, dan 62%.
Rerie berharap, dengan pencapaian sejumlah target yang terbilang rendah itu, upaya pengawasan, disiplin dan pelaksanaan pengendalian Covid-19 harus terus ditingkatkan untuk mencegah potensi ancaman baru, sehingga pencapaian sejumlah target dalam pengendalian sesuai dengan rencana.(*)