HNW: Pemerintah Fokus PPKM Darurat, Jangan Ganggu Dengan Manuver Inkonstitusional
HNW mengkritisi usulan yang menginginkan Presiden Joko Widodo menerbitkan dekrit untuk menambah masa jabatan presiden karena kondisi darurat Covid-19.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. M. Hidayat Nur Wahid, MA menyesalkan berbagai manuver inskonstitusional terkait perpanjangan masa jabatan presiden. Manuver yang dimaksud adalah wacana amandemen UUD NRI Tahun 1945 via referendum atau dengan dekrit Presiden.
Padahal, di tengah pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan, mestinya semua manuver dan kebijakan yang ditempuh adalah yang konstitusional. Khususnya yang dapat membantu bangsa dan negara sebagai kontribusi konstruktif untuk menyelamatkan masyarakat dari Covid-19 dan segala dampaknya.
Karena itu Hidayat Nur Wahid, yang akrab disapa HNW, mengkritisi usulan yang menginginkan Presiden Joko Widodo menerbitkan dekrit untuk menambah masa jabatan presiden karena kondisi darurat Covid-19. Selain inkonstitusional, usulan itu tidak sesuai dengan fakta global kasus Covid-19.
Buktinya, di AS, Selandia Baru, Iran, serta negara negara lain, tidak ada satupun yang memakai pandemi Covid sebagai alasan untuk merubah konstitusi, termasuk memperpanjang masa jabatan presiden.
Artinya, usulan tersebut merupakan kelanjutan dari skenario inkonstitusional yang dilontarkan sebelumnya. Seperti melalui pembentukan Seknas dan usulan Referendum mengubah UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Juga wacana perpanjangan tahun masa jabatan, dengan alasan bahwa Presiden Habibie, Soeharto, dan Soekarno juga tidak per 5 tahunan.
Padahal peristiwa terkait Presiden Soekarno, Soeharto dan Habibie, semuanya terjadi pada era UUD 45 pasal 7 yang belum diamandemen, dan memungkinkan adanya celah itu.
Namun, HNW menyebutkan bahwa kondisi konstitusional sudah berubah. Saat ini yang berlaku adalah UUD NRI tahun 1945 pasal 7 hasil perubahan. Pasal tersebut sangat jelas memberikan pembatasan masa jabatan Presiden hanya 2 periode saja, dan setiap periodenya adalah 5 tahun.
"Artinya, manuver dan skenario inkonstitusional semacam ini bukan hanya tidak sesuai dengan komitmen taat konstitusi, spirit demokrasi, dan cita-cita reformasi. Tapi juga tidak sesuai dengan prinsip tata krama dan kepatutan karena ngotot melakukan hal inkonstitusional di tengah ketidak berhasilan negara mengatasi pandemi Covid-19," ungkap HNW.
“Semestinya dalam suasana PPKM Darurat, semua pihak berkontribusi atasi masalah dengan melakukan manuver politik yang menentramkan dan menghadirkan solusi, agar rakyat tidak bingung dan tidak resah. Dengan begitu rakyat makin kuat imunitas tubuhnya, dan tidak mudah menjadi korban Covid-19. Jangan malah seperti berlomba membuat manuver-manuver yang tidak sesuai konstitusi seperti perpanjangan masa jabatan presiden. Selain inkonstitusional, manuver itu meresahkan Rakyat, dan bisa menggerus imunitas fisik mereka,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (2/7/2021).
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengajak semua pihak bahu membahu berkontribusi mengatasi penyebaran Covid-19, serta mengawal dan mengingatkan agar pemerintah serius, supaya sukses mengatasi bencana nasional Covid-19 dengan penerapan PPKM darurat di berbagai daerah zona merah.
Yang dibutuhkan rakyat saat, ini menurut HNW adalah bantuan dan solusi untuk realisasi kebijakan penanganan Covid-19 yang lebih efektif. Agar keselamatan dan kesehatan rakyat menjadi prioritas utama, dibanding perpanjangan masa jabatan Presiden dan hal-hal lainnya.
“Banyak yang membutuhkan bantuan konkret untuk atasi Covid-19 dengan berbagai dampaknya, dibanding mendengar manuver-manuver politik inkonstitusional untuk memperpanjang masa kekuasaan presiden dengan berbagai skenario dan dalih inkonstitusional tersebut,” tambah HNW.
Hingga kini menurut HNW tidak ada usulan resmi ke MPR yang memenuhi syarat untuk amandemen UUD NRI. Pada saat yang sama, MPR sendiri tidak mempunyai agenda untuk melakukan amandemen UUD NRI 1945 terkait perpanjangan masa jabatan presiden dengan dalih apa pun.
Selain itu MPR juga tidak punya agenda mengubah UUD agar menjadikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara agar kembali mempunyai hak konstitusional memilih Presiden. Wacana-wacana liar dan inkonstitusional semacam itu tidak masuk ke dalam agenda MPR, apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang semakin parah ini.
“Jadi tidak ada agenda amandemen perpanjangan masa jabatan presiden atau perubahan cara pemilihan Presiden, sekalipun ada Covid-19. Di MPR juga tidak ada usulan legal soal memperpanjang masa jabatan presiden dengan dalih apapun, yang memenuhi persyaratan konstitusional sebagaimana diatur dalam UUDNRI 1945 pasal 37 ayat (1) dan ayat (2)," jelasnya.
HNW menegaskan bahwa semua usulan perpanjangan masa jabatan itu baik dengan referendum maupun dekrit, semuanya tidak mempunyai landasan konstitusional yang sesuai dengan spirit reformasi, yang bisa diterima dan didukung oleh sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR sebagaimana ketentuan Pasal 37 ayat (1) UUD NRI 1945, agar bisa diusulkan ke Rapat Paripurna MPR.
“Kami di MPR karena Covid-19, justru fokus pada kerja-kerja konstitusional agar Presiden Jokowi juga tetap tegak lurus dengan ketentuan konstitusi dan tidak tergiur dengan manuver-manuver inksonstitusional yang telah beliau tolak, dan agar Pemerintah maksimal melaksanakan amanat konstitusi yaitu melindungi seluruh Rakyat Indonesia termasuk dari bahaya pandemi Covid-19 ini,” pungkasnya. (*)