HUT Ke-76 MPR, Bambang Soesatyo: MPR Bergerak Dinamis dan Selalu Di Tengah Rakyat
Bamsoet menjelaskan, sejak negara Republik Indonesia berdiri, MPR mempunyai peran yang penting dan sentral dalam proses berbangsa dan bernegara.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, tanggal 29 Agustus 2021, usia Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) genap 76 tahun. “Sebagai Ketua MPR, saya mengucapkan selamat HUT Ke-76 Tahun MPR”, ujar Bambang Soesatyo, Jakarta, 29 Agustus 2021.
Ketua MPR RI 2019-2024 Bambang Soesatyo yang akrab dipanggil Bamsoet menjelaskan, sejak negara Republik Indonesia berdiri, MPR mempunyai peran yang penting dan sentral dalam proses berbangsa dan bernegara. “Banyak catatan sejarah perjalanan bangsa dari MPR”, ungkapnya.
Ketua DPR RI ke-20 ini mengakui, amandemen UUD Tahun 1945 yang dilakukan di awal Era Reformasi membuat lembaga MPR ini tidak lagi menjadi lembaga tertinggi meski demikian, disebut MPR masih mempunyai kewenangan tertinggi, “seperti mengamandemen UUD, melantik dan memberhentikan presiden dan wakil presiden, sesuai mekanisme yang telah ditetapkan dalam konstitusi atau UUD NRI 1945," tuturnya.
Sebagai lembaga negara yang setara dengan Presiden, DPR, DPD, BPK, MA, MK dan KY menurut Bamsoet, sekarang memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan. “MPR saat ini giat melaksanakan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika”, ujarnya.
Lebih rinci diuraikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Ketetapan MPR, NKRI sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara. Sosialisasi yang popular disebut Empat Pilar MPR itu ditujukan kepada seluruh element bangsa.
"Sabang sampai Merauke, dari Talaud hingga Rote. Dan dari sosialisasi inilah yang membuat MPR dekat dan di tengah rakyat," paparnya.
Sosialisasi yang ada dilakukan dengan berbagai metode dan cara agar materi yang disampaikan oleh anggota MPR tepat sasaran dan mengena, “kita menggunakan berbagai metode sosialisasi, mulai dari berbagai platform media sosial seperti Youtube, Instagram, Facebook, Tweeter, Tik Tok hingga pagelaran wayang kulit pun kita laksanakan," paparnya.
Tugas sosialisasi yang diemban MPR inilah yang menurut Bambang Soesatyo membuat lembaga ini menjalankan fungsi kebangsaan tanpa memandang suku, agama, ras, antargolongan dan politik. “MPR mengemban visi sebagai rumah kebangsaan, pengawal idelogi Pancasila dan kedaulatan rakyat”, tegasnya. Dari sinilah segala langkah yang dilakukan oleh MPR untuk bangsa dan negara tanpa memandang latar belakang seseorang.
Sikap kebangsaan yang ada di MPR dijelaskan oleh Bambang Soesatyo tercermin dari komposisi pimpinan MPR. Pimpinan MPR yang ada berasal dari semua partai politik yang lolos parliamentary threshold, ditambah dengan Kelompok DPD. “Setiap mengambil keputusan kita menggunakan musyawarah mufakat”, tuturnya.
"Bagi MPR kepentingan bangsa diutamakan daripada kepentingan politik dan golongan”, tambahnya.
Meski jalan yang ditempuh MPR dalam mengambil kebijakan lewat musyawarah dan mufakat namun Bambang Soesatyo mengakui ada dinamika. “Dinamika menunjukan ada ruang-ruang terbuka untuk menyampaikan pandangan dan gagasan”, ungkapnya.
Dinamika yang terjadi dicontohkan saat ini, ada keinginan untuk menghidupkan kembali rencangan pembangunan model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Model pembangunan yang sekarang disebut pokok-pokok haluan negara (PPHN) itu sekarang sedang dibahas di MPR. Untuk membahas PPHN, dikatakan oleh Bambang Soesatyo, MPR menjaring berbagai masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. “Pimpinan rutin mendatangi perguruan tinggi di berbagai kota untuk meminta masukan dari kalangan akademisi terkait landasan pembangunan bangsa Indonesia untuk 25, 50!hingga 100 tahun ke depan," ungkapnya.
Dalam PPHN, Bambang Soesatyo mengakui dinamika yang ada di MPR sangat dinamis. Apalagi ada keinginan amandemen terbatas untuk memasukan PPHN dalam UUD NRI 1945 yang sudah bergaung sejak 2 periode MPR atau 10 tahun yang lalu.
"Saya senang Menghadirkan PPHN sebagai sebuah diskursus ketatanegaraan dan menunjukkan eksistensi MPR, bisa dikatakan telah berhasil. Namun menjadikan wacana tersebut sebagai sebuah usul perubahan, tentu sangat tergantung pada keputusan partai politik yang ada di MPR dan kelompok DPD," ujar Bamsoet.
Sesungguhnya, tambah Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini, perubahan UUD NRI 1945 telah diatur prosedurnya. UUD NRI 1945 memang tidak imun dengan perubahan karena memang pembentuknya mendesain perubahan UUD 1945 sedemikian rupa agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Lebih dari itu, tambah Bamsoet, diskursus amandemen terbatas untuk menghadirkan kembali PPHN yang kemudian banyak di 'pelintir' sebagai upaya perubahan periodesasi presiden menjadi 3 kali atau upaya perpanjangan masa jabatan presiden serta isu-isu lain serta kecurigaan yang tidak masuk akal, menunjukan bahwa bangsa Indonesia memiliki beragam pikiran dan pendapat.
“Sebagai rumah kebangsaan, MPR sangat terbuka bagi siapa saja untuk menyampaikan saran maupun kritik. Karena saya yakin dan percaya, semua yang disampaikan ujungnya adalah untuk kepentingan bangsa agar Indonesia maju dan tumbuh," ujar Bamsoet.
MPR di masa kepemimpinannya diakui oleh Bambang Soesatyo juga terdampak dengan adanya pandemi Covid-19. Meski demikian, derap, dinamika, dan kerja di MPR terus berjalan.
“Selama pandemi Covid-19 kita tetap melaksanakan tugas-tugas MPR. Tugas yang ada dilakukan secara daring dan luring. Tak ada hari-hari tanpa mengadakan Sosialisasi Empat Pilar MPR yang digagas Bapak Taufik Kemas itu dengan prokes yang ketat kepada berbagai kelompok dan komponen bangsa," pungkas Bamsoet.(*)