Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lakukan Pertemuan dengan KAMI, Hidayat Nur Wahid: MPR Menjadi Bagian yang Menyelamatkan Indonesia

KAMI mengajak MPR untuk bersama berjuang mewujudkan Indonesia yang sesuai dengan cita-cita Proklamasi.

Editor: Content Writer
zoom-in Lakukan Pertemuan dengan KAMI, Hidayat Nur Wahid: MPR Menjadi Bagian yang Menyelamatkan Indonesia
MPR RI
Hidayat Nur Wahid pada saat pertemuan dengan KAMI di Ruang Delegasi Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (31/5/2022). 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menerima Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dipimpin Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Dalam pertemuan tersebut Hidayat mengatakan MPR menjadi bagian yang akan menyelamatkan Indonesia dengan konsisten menjaga dan mengawal Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika agar Indonesia tetap eksis dan tidak punah.

“Insya Allah MPR sejalan dengan pemikiran di KAMI untuk menyelamatkan Indonesia. Sebagai Rumah Kebangsaan, MPR siap menerima beragam aspirasi setiap warga negara yang mempunyai cita-cita dan keinginan yang baik untuk Indonesia. KAMI adalah salah satu komunitas yang ingin menyelamatkan Indonesia,” kata Hidayat Nur Wahid usai pertemuan dengan KAMI yang berlangsung selama dua jam lebih di Ruang Delegasi Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (31/5/2022).

Dalam pertemuan, Gatot Nurmantyo didampingi beberapa tokoh di antaranya Bachtiar Chamsah, Laode Kamaluddin, MS Kaban, Habib Muchsin Alattas, Marwan Batubara, Adhie Massardi, M. Said Didu, Refly Harun.

Hidayat menjelaskan dalam pertemuan itu, KAMI menginginkan dan mengajak MPR untuk bersama berjuang menyelamatkan Indonesia dengan mewujudkan Indonesia yang sesuai dengan cita-cita Proklamasi dan cita-cita reformasi.

“KAMI ingin bersama MPR untuk menyelamatkan Indonesia agar bangsa ini tidak punah, tetap kokoh, dan tidak pecah, dengan cara menguatkan persatuan. Ini adalah salah satu simbol kita ingin bersatu, baik yang ada di lembaga negara seperti MPR, maupun di luar lembaga negara,” ujarnya.

Hidayat menambahkan sebagian persoalan yang disampaikan KAMI terkait dengan domain DPR, seperti pengawasan, peraturan perundang-undangan, pelaksanaan UU, kebijakan ekonomi dan moneter.

“Itu adalah domain DPR. Termasuk ketika KAMI meminta MPR untuk menindaklanjuti putusan MK tentang UU Cipta Kerja yang diputus inkonstitusional, saya sampaikan tindak lanjut putusan MK tidak serta merta dari MPR, melainkan domain dari DPR,” jelasnya.

Berita Rekomendasi

MPR, lanjut Hidayat, hanya menindaklanjuti terkait komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila. “Prinsip-prinsip Pancasila ini adalah domain MPR. Kita terus mengingatkan warga bangsa melalui kegiatan sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Sila-sila itu kami sampaikan kepada peserta sosialisasi,” ujarnya.

“Kita menampung aspirasi dari KAMI. Aspirasi dari para tokoh itu kemudian akan disampaikan dalam rapat Pimpinan MPR. Kita akan pilah tindaklanjut yang menjadi domain MPR,” imbuhnya.

Sementara itu Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo menyampaikan maksud kedatangan ke MPR adalah untuk menyamakan visi dalam mengenali masalah dan menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan.

“Kami datang silaturahmi ke MPR karena kami menganggap bahwa MPR adalah rumah rakyat. Kami ingin mengingatkan agar kita mempunyai visi yang sama,” kata mantan Panglima TNI ini.

Menurut Gatot, banyak cara agar bangsa ini bisa punah. “Sebuah bangsa bisa punah karena sikap rakyatnya yang abai, karena ketidakpedulian dan karena ketidakmampuannya untuk mengenali dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri,” tambahnya.

Gatot menambahkan, sebuah bangsa juga bisa punah karena pertentangan-pertentangan internal di bangsa itu sendiri.

“Inilah yang saat ini sedang terjadi. Kami ingin agar kita mempunyai pandangan yang sama. Kami hanya mengharapkan lembaga MPR bisa mengambil langkah-langkah agar bangsa ini selamat dari kepunahan,” ujarnya.

Gatot Nurmantyo mengungkapkan sejumlah persoalan kenegaraan seperti menggadaikan ekonomi, bangsa dan negara dengan sumber daya alam, TKA non skill, kemudian utang luar negeri, serta masyarakat yang semakin terkotak-kotak, dan hilangnya kiblat dan tata cara bernegara yang baik dan benar.

“Akumulasi persoalan itu membuat bangsa ini semakin jauh dari persatuan dan kesatuan untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Budaya gotong royong sudah tidak ada, budaya saling menghargai diganti menjadi saling memaki,” katanya.

Selain itu, rasa persatuan minor hanya sebatas golongan, kelompok, suku dan ras sesuai kepentingan masing-masing. Gatot memberi contoh kasus deportasi Ustad Abdul Shomad (UAS) dari Singapura.

“Pemerintah Singapura melihat Indonesia sudah tidak setara lagi sehingga melakukan deportasi. Nasionalisme kita tercabik-cabik. Ada orang yang mem-bully UAS dan ada yang membela UAS,” tuturnya.

Ketika mantan Gubernur DKI Jakarta dan mantan Ketua BIN Sutiyoso mengingatkan anak bangsa tentang masalah TKA yang masuk bebas saat pandemi, tetapi kemudian dicap sebagai rasis. “Nasionalisme kita sudah sangat merosot dan berada pada titik yang sangat rawan,” imbuhnya.

“Kenyataannya bangsa ini jauh dari Pancasila, jauh dari Bhinneka Tunggal Ika, jauh dari gotong royong. Bukannya meletakkan sendi-sendi bernegara, melainkan meretakkan sendi-sendi bernegara. Ini yang sangat berbahaya,” pungkasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas