Sarasehan di Unida Bogor, Budi Muliawan Dorong Mahasiswa Jadi Wirausahawan Berbasis Digital
Digitalisasi yang dalam beberapa tahun belakangan berkembang sangat cepat memberikan ruang dan kemudahan seluas-luasnya dalam menjalankan usaha.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Digitalisasi yang dalam beberapa tahun belakangan berkembang sangat cepat memberikan ruang dan kemudahan seluas-luasnya dalam menjalankan usaha. Ketika situasi dan kondisi perekonomian global terpuruk akibat pandemi Covid-19 dalam dua tahun belakangan, bisnis berbasis digital justru berjaya.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga Biro Humas Setjen MPR Budi Muliawan menuturkan, konsep marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, Alibaba, Amazon, dan lainnya kini merajai dunia usaha karena pemanfatan teknologi digital.
”Di saat toko-toko ritel konvensional terpuruk akibat pandemi Covid-19, toko-toko digital malah masih bisa meraup laba besar,” ujar Budi Muliawan saat menjadi pembicara dalam Sarasehan Kehumasan MPR RI bertajuk Menyapa Sahabat Kebangsaan yang digelar Setjen MPR bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Unversitas Djuanda (FE Unida) di Kampus Unida, Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/6/2022).
Hadir dalam sarasehan tersebut Plt. Deputi Administrasi Setjen MPR Siti Fauziah; Dekan FE Dr. Dra. Sri Harini, MSi; tenaga pengajar FE, Rachmat Gunawan, SE, MSi, ratusan mahasiswa serta dosen FE Unida.
Budi Muliawan mendorong para mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) agar menguasai dan memanfaatkan teknologi digital.
Apalagi, belakangan banyak mahasiswa yang lebih memilih menjadi wirausahawan. Hadirnya teknologi digital dikatakan memberi ruang yang lebih luas untuk menjadi seorang wirausahawan.
Menurutnya, ketika teknologi digital belum berkembang sedahsyat saat ini, bila seseorang ingin menjadi seorang wirausahawan, ia harus berupaya keras memikirkan pemenuhan fasilitas fisik seperti modal yang besar, bangunan toko, dan berapa banyak karyawan yang dimiliki. Kini, kondisinya berubah total.
”Lihat saja konsep marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, Alibaba, Amazon, dan lainnya,” katanya.
Karena itulah, Budi Muliawan mengajak kepada mereka yang hadir, khususnya para mahasiswa untuk memanfaatkan teknologi digital yang aplikasinya mudah didapat.
“Saya mendorong mahasiswa berani menjadi seorang wirausahawan. Sebab apa? Ada banyak peluang menjadi wirausahawan saat ini, dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi yang aplikasinya bisa diunduh di handphone. Hal yang dibutuhkan adalah niat tulus, semangat, dan keinginan kuat untuk maju,” tutur alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur itu.
Disisi lain, Budi Muliawan mengingatkan para mahasiswa bahwa sebagai kaum terpelajar, mahasiswa juga berperan sebagai ‘agent of change’, ‘guardian of value’, dan ‘moral force’.
“Dalam sejarah bangsa, peran-peran itu telah dilakukan oleh mahasiswa di tengah kesibukan mereka menimba ilmu,” tuturnya.
Dia mencontohkan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, dan peralihan kekuasaan tahun 1966 dan 1998, semua dilakukan oleh kalangan mahasiswa. Tantangan kebangsaan bagi mahasiswa berbeda dari masa ke masa.
Di era teknologi digital yang canggih dan massif memudahkan arus informasi masuk ke berbagai belahan dunia, tanpa kecuali termasuk Indonesia. Persoalannya tidak semua informasi yang masuk bisa memberikan dampak positif dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan.
“Yang dikhawatirkan kalau nilai-nilai yang masuk merusak nilai-nilai kebangsaan,” ujar Budi Muliawan.
Budi Muliawan mencontohkan, budaya K-Pop dari Korea Selatan yang kini digemari kaum muda. “Mereka lebih mengenal artis-artis K-Pop daripada pahlawan daerah sendiri,” ungkapnya.
Hal demikianlah yang menurutnya harus dijaga. Mahasiswa tidak hanya menjaga nilai-nilai kebangsaan, namun mereka diharapkan juga mampu menjadi agen perubahan dan mampu menempatkan diri sebagai sosok yang bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut mahasiswa perlu mempersiapkan diri.
“Berbuat sesuatu yang bermanfaat mulai dari sekarang adalah kunci berhasilnya mahasiswa sebagai agen perubahan,” tuturnya.
Disisi lain, mahasiswa juga harus menjadi penjaga nilai-nilai moral dan bisa memahami serta mengaktualisasikan nilai moral yang ada. Dimulai dari yang dekat-dekat dulu. Misalkan di Bogor ada budaya yang selalu menyapa dengan ramah antar warga. Kebiasaan ini sudah melekat di masyarakat.
“Tegur sapa adalah satu identitas moral yang harus terjaga. Jangan sampai anak cucu kita tidak lagi mengenali nilai yang baik itu. Budaya baik yang telah hidup di masyarakat itu tidak dipungkiri dapat memperkaya kemampuan dalam berwirausaha, menjadikan lebih customer fokus misalnya, mengedepankan aspirasi pelanggan, memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan sehingga dapat meningkatkan pencapaian dalam usaha,” katanya. (*)