Wakil Ketua MPR: Perbaiki Sistem Pendidikan untuk Cegah Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Arus deras informasi yang sangat terbuka di era digitalisasi saat ini, menurut Rerie, harus diimbangi dengan pemahaman yang mumpuni sejak dini.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Perbaikan sistem pendidikan terkait pendidikan seks terhadap anak harus segera dilakukan, mengingat fenomena ancaman kekerasan seksual di lingkungan anak-anak mengemuka di tengah masyarakat.
"Sistem pendidikan kita harus segera diperbaiki dengan memberi pendidikan seksual terhadap anak sesuai usianya, sehingga anak-anak kita bisa terhindar dari tindak kekerasan seksual yang marak belakangan ini," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/7).
Lestari prihatin dengan peristiwa meninggalnya seorang anak 11 tahun, akibat depresi setelah dipaksa teman-temannya memperkosa seekor kucing.
Peristiwa itu, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, harus segera direspon dengan serius oleh para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah.
Arus deras informasi yang sangat terbuka di era digitalisasi saat ini, menurut Rerie, harus diimbangi dengan pemahaman yang mumpuni sejak dini agar setiap warga negara memiliki pondasi yang kuat terkait pentingnya akhlak yang baik, saling menghormati dan saling mengasihi antar manusia. Termasuk pemahaman mengenai seksualitas.
Pendidikan dini akhlak dan seksual, ujar Rerie, penting untuk pondasi berpikir ketika dewasa. Karena, tambahnya, rekaman terbaik memori manusia terjadi pada usia dini.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu sangat berharap pemerintah mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah peristiwa serupa terulang kembali.
Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu mendorong para pengelola lembaga-lembaga pendidikan, baik lembaga pendidikan umum, maupun yang berbasis keagamaan, mempersiapkan tenaga pengajarnya dengan baik agar mampu memberi pemahaman kepada para peserta didik lewat pendidikan seks yang disesuaikan dengan usia para peserta didik.
Rerie sangat berharap pemberian pendidikan seks yang tepat kepada para peserta didik dapat mencegah anak-anak menjadi korban tindak kekerasan seksual yang marak terjadi belakangan ini.
Selain itu, ujar Rerie, dukungan dari para orang tua dalam memberi pemahaman tentang seks terhadap anak-anaknya juga sangat diperlukan, agar anak-anak paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terkait alat reproduksi mereka.
Rerie mengajak semua pihak untuk bergandeng tangan segera mengambil langkah yang tepat untuk mencegah peristiwa terulang kembali. Karena, tegas Rerie, anak-anak adalah masa depan bangsa.
"Ancaman tindak kekerasan seksual terhadap anak akan membuat kesehatan fisik dan mental anak terganggu yang bisa berujung pada suramnya masa depan bangsa ini," pungkasnya.
Pada kesempatan menjadi pembicara kunci di seminar bertema Sinergi KPI dengan Elemen Masyarakat Menyongsong Masa Depan Penyiaran Indonesia di Universitas Muria Kudus, Jawa Tengah, Jumat (22/7), Lestari Moerdijat mengajak perguruan tinggi untuk aktif mengambil peran untuk mempersiapkan masyarakat sejak dini agar melek literasi digital terkait konten.
Karena dengan berkembangnya teknologi, setiap orang bebas menciptakan ragam konten melalui platform yang tersedia baik melalui video maupun media lainnya.
Peristiwa pembullian anak oleh anak dan disebarkan ke masyarakat lewat media sosial sehingga korban meninggal, ujarnya, adalah dampak dari tidak adanya pemahaman literasi terkait konten di dunia digital.
Dampaknya, tegas Rerie, banyak konten jauh dari nilai-nilai kehidupan budaya, budi pekerti, moral, berbangsa dan cenderung destruktif dalam kehidupan sosial.
Menurut Rerie, penyiaran memiliki kemampuan untuk meneguhkan konfigurasi nasionalisme, kedaulatan, dan kewarganegaran suatu bangsa lewat konten-konten yang mendidik.
Karena itu, tegasnya, ragam penyiaran yang diproduksi dalam berbagai konten mesti berlandaskan semangat untuk mengokohkan pilar Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Konten penyiaran, tegas Rerie, harus mampu menjadi acuan masyarakat dalam rangka menyaring informasi yang tersebar bebas lewat sosial media.(*)