Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Penguatan Kebijakan Fiskal dan Moneter Atasi Ancaman Krisis Global
Saat ini, sekitar 320 juta penduduk dunia berada dalam kondisi kelaparan akut.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo sependapat dengan Presiden Jokowi bahwa ancaman krisis global telah ada di depan mata. Saat ini, sekitar 320 juta penduduk dunia berada dalam kondisi kelaparan akut.
Menurut data IMF dan Bank Dunia, perekonomian 66 negara diprediksi akan bangkrut dan ambruk. Pelambatan dan kontraksi pertumbuhan ekonomi global, semakin diperburuk oleh tingginya kenaikan inflasi.
"Berkat kesigapan pemerintah dalam menyikapi ancaman krisis, dari hasil survey Bloomberg, Indonesia dinilai sebagai negara dengan resiko resesi yang kecil, hanya tiga persen. Sangat jauh jika dibandingkan dengan rata-rata negara Amerika dan Eropa yang mencapai 40 hingga 55 persen, ataupun negara Asia Pasifik pada rentang antara 20 hingga 25 persen," ujar Bamsoet usai menghadiri Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI tahun Sidang 2022-2023 dan Penyampaian Pengantar/Keterangan Perintah Atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangannya oleh Presiden Joko Widodo, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Ketua DPR RI sekaligus mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini mengingatkan, kenaikan inflasi dapat menjadi ancaman bagi perekonomian nasional.
Badan Pusat Statistik mencatat, bahwa per Juli 2022, laju inflasi Indonesia berada di level 4,94 persen, dan pada bulan Agustus diprediksi akan meningkat pada kisaran 5 hingga 6 persen.
Laju kenaikan inflasi, disertai dengan lonjakan harga pangan dan energi, semakin membebani masyarakat yang baru saja bangkit dari pademi Covid-19.
"Lonjakan harga minyak dunia pada awal April 2022 diperkirakan mencapai 98 US dolar per barel. Angka ini jauh melebihi asumsi APBN 2022 sebesar 63 US dolar per barel. Di sisi lain, beban subsidi untuk BBM, Pertalite, Solar, dan LPG, sudah mencapai Rp 502 triliun. Kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi, tentunya akan menyulitkan kita dalam mengupayakan tambahan subsidi, untuk meredam tekanan inflasi. Tidak ada negara yang memberikan subsidi sebesar itu," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini memaparkan, kondisi fiskal dan moneter Indonesia juga perlu menjadi perhatian guna menghadapi potensi krisis global. Di sektor fiskal, tantangan yang harus dihadapi adalah normalisasi defisit anggaran, menjaga proporsi utang luar negeri terhadap produk domestik bruto dan keberlanjutan pembiayaan infrastruktur. Dari segi moneter, tantangan terbesar adalah mengendalikan laju inflasi, menjaga cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar rupiah.
"Pengembangan kemampuan sektoral, terutama konsolidasi demokrasi, ekonomi hijau, infrastruktur digital, pembangunan Ibu Kota Negara dan keberlanjutan komitmen lintas pemerintahan merupakan landasan utama bagi pembangunan nasional jangka panjang. Defisit anggaran yang harus kembali ke angka kurang dari 3 persen pada tahun 2023, menjadi tantangan utama, karena kondisi pemulihan yang tidak menentu. Selain itu, peningkatan utang yang signifikan menimbulkan beban pembayaran bunga tambahan," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum SOKSI ini menambahkan, sebagai strategi jangka pendek, penyusunan prioritas dan re-alokasi anggaran secara tepat diperlukan.
Kebijakan burden sharing tidak hanya dengan moneter, tetapi juga dengan dunia usaha, dapat menjadi opsi dalam upaya pembiayaan ketidakpastian di masa mendatang.
Sementara itu, strategi jangka panjang membutuhkan perencanaan pembayaran utang setidaknya untuk 30 tahun kedepan, dan pada saat yang bersamaan, memastikan kondisi fiskal dan moneter tetap terjaga.
"Di sisi lain, pembayaran kupon dan jatuh tempo utang pemerintah, akan berdampak pada pengurangan cadangan devisa. Berdasarkan data bulan Juli 2022, kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri Indonesia sebesar 21,6 miliar US dollar per bulan. Sementara, posisi cadangan devisa Indonesia pada bulan Juli ini, masih senilai lebih dari dua kali lipat dari standar kecukupan internasional. Sehingga masih bisa dikatakan cukup aman," pungkas Bamsoet. (*)