Ketua Kelompok DPD di MPR: DPD Melangkah Dengan UU Tersendiri, Manfaat Besar untuk Negeri Ini
M. Syukur menyebut bahwa DPD harus proaktif terhadap dinamika kebutuhan rakyat, seperti rancangan PPHN yang sedang dilakukan saat ini.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Kelompok DPD RI, M. Syukur melakukan kunjungan ke kediaman Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo pada hari Jumat pagi, 7 Oktober 2022.
Dalam kunjungan ini, M. Syukur didampingi oleh ketua PPUU dan beberapa anggota kelompk DPD RI di Komplek Widya Chandra. Kunjungan informal, tapi resmi ini merupakan tindak lanjut dari silaturahmi beberapa waktu lalu, sejalan dengan keinginan Ketua MPR yang mendorong DPD untuk melangkah secara maksimal sesuai fungsinya.
Langkah ini perlu dilakukan untuk kepentingan daerah secara nasional sebagai pertanggungjawaban moral para wakil daerah, di mana dalam makna sesungguhnya untuk kepentingan negeri ini.
Dalam perbincangan yang cukup santai ini, Syukur selaku Ketua Kelompok DPD mempertegas sikap dan keinginannya, bahwa untuk melangkah maksimal sesuai kewenangan dan fungsinya, maka DPD sudah saatnya memiliki UU tersenndiri, bersifat lex specialis.
“Selama ini, kinerja DPD RI diatur dalam satu UU MD3. Makanya, sulit melangkah secara maksimal. Serasa ada pembatasan peran. Sungguh rugi jika kita menggunakan kacamata kepentingan rakyat dan negara. Karena itu, sudah seharusnya dan saatnya kinerja DPD RI diatur dalam UU tersendiri, bukan undang-undang yang bersifat umum sebagaimana yang tertuang dalam UU MD3 itu”, papar Syukur.
Sifat lex specialis UU DPD itu, lanjut Syukur, merupakan terminologi yang dipilih oleh para perumus perubahan UUD NRI 1945 untuk membedakan terminologif rasa “diatur dalam Undang-undang”. Terminologi lex specialis itu pun sebenarnya telah ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi atas frasa “diatur dalam UU terkait” itu.
Dalam realitasnya, frasa yang sejatinya masuk dalam terminologi diatur dalam UU, dapat dijumpai pada UU Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24A Ayat 5 UUD NRI 1945) yang menyatakan, “Susunan, kedudukan dan keanggotaan dan hukum acara Mahkamah Agung serta peradilan di bawahnya diatur dengan UU. Tentang Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C Ayat 6 UUD NRI 1945, juga diatur dengan UU. Komisi Yudisial juga diatur dengan UU (Pasal 28B Ayat 4 UUD NRI 1945."
“Dalam praktiknya, ketiga lembaga tinggi negara itu berlaku UU khusus (lex specialis). Inilah yang dimaksud Mahkamah Konstitusi (MK) ketika memberikan tafsir atas frasa 'diatur dalam Undang-undang' pada UU MD3 terkait DPD RI. Ketika kinerja DPD dipaksakan dalam UU MD3, maka sikap itu sesungguhnya keluar dari tafsir MK, dan itu bisa dikategorikan
inkonstitusional," lanjutnya.
“Sebagai ketaatan dan rasa hormat terhadap konstitusi, maka DPD memang harus melangkah sesuai tafsir MK itu yang memberlakukan UU lex specialis bagi DPD. Berarti, DPD harus punya UU tersendiri. Dan filsosofinya jelas: kinerja DPD terkait kepentingan daerah akan jauh lebih memberikan manaaf bagi negeri ini. Tentu, bermanfaat bagi rakyat negeri ini”, pungkas M. Syukur.
Ia pun menegaskan bahwa DPD harus proaktif terhadap dinamika kebutuhan rakyat seperti yang sekarang ini sedang merancang pokok-pokok Haluan negara (PPHN). Tentu, DPD harus merespon kebutuhan legislasi lainnya sesuai tuntutan obyektif kenegaraan. (*)