Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yuk Cintai Buah Lokal

Masyarakat Indonesia diimbau lebih mencintai dan mengonsumsi buah-buahan produksi dalam negeri, dan mengurangi konsumsi produk impor.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Yuk Cintai Buah Lokal
Ist
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Domu D Ambarita

TRIBUNNEWS.COM, BALI- Masyarakat Indonesia diimbau lebih mencintai dan mengonsumsi buah-buahan produksi dalam negeri, dan mengurangi konsumsi produk impor. Banyak buah lokal yang memiliki rasa dan kualitas lebih bagus daripada yang didatangkan dari negara lain, tetapi diopinikan terbalik.

Kecintaan pada produk domestik akan mendorong tingkat perekonomian para petani, dan tanpa disadari cara ini secara biologi dapat menjaga spesies tanam-tanaman lokal dari kepunahan.

Demikian dikemukakan  Guru Besar Institut Pertanian Bogor Sriani Sujiprihati dalam simposium di Ruang Garuda Sanur Beach Hotel, Denpasar, Bali, Selasa (20/7). "Kami sedang menggiatkan program cinta buah Indonesia. Acara ini didukung sejumlah pemerintah daerah," ujar Sriani.

Dosen dan peneliti pangan pada Fakultas Pertanian IPB saat berbicara sebagai pemateri pada acara konferensi ilmiah Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) 2010.

Mencintai buah produksi lokal katanya banyak manfaata. Dengan mengajak konsumen dalam negeri membeli produk buah-buahan yang dipanen dari petani setempat, perekonomian petani akan terangkat, karena hasil taninya laku, dengan harga memadai. Di sisi konsumen, produk lokal juga dapata dijamin kualitasnya.

"Siapa tahu buah-buahan impor saat sebelum masuk ke Indonesia disemprotkan zat-zat pengawet atau pestisida. Siapa yang bisa menjamin tidak ada praktek itu," katanya.

Dia mengaku, banyak buah impor seperti pisang capendis, kemasannya mengilap dan menarik, tetapi ketika dimakan, rasanya jauh kalah dari pisang ambon, atau pisang lumut. Karena itu, dia juga mengimbau produsen dalam negeri menjaga atau meningkatkan kualitas prouknya agar dapat bersaing dengan barang impor.

BERITA REKOMENDASI

 Ia mencontohkan, petani Kuloprogo (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang mengembangkan tanaman pepaya dan pisang, dan Tulungagung (Jawa Timur) penghasil buah belimbing, dan Subang (Jawa Barat) pusat pertanian pepaya dan pisang. Ketiga daerah tersebut di atas menjadi pusat percontohan penanaman dan pengembangan bibit tanaman unggul yang dihasilkan IPB.

Sriani mencontohkan hasil budi daya pepaya mini. Pepaya ini dinamai Arum Bogor, hasil pembudidayaan Sriani dan kawan-kawan dari IPB. Berat buah pepaya tersebut rata-rata setengah kilogram. Karena ukuran mininya itu, semua petani tidak mau menanam tumbuhan jenis ini.

Semula para petani menolak. Mereka berpikir, kalau menanam buah kecil tidak akan menguntungkan. Tetapi setelah kami jelaskan, lalu ada yang mencoba, dan akhirnya mereka senang menanam pepaya mini. Ukurannya memang kecil, tetapi petani tidak perlu pakai pestisida, sehingga biaya kecil. Beda kalau menanam pepaya besar, yang memerlukan biaya pestisida.

"Dan yang membuat petani senang, harga jual pepaya mini lebih mahal. Kalau satu pepaya besar ukuran 5 kilogram dijual seharga Rp 500 hasilnya baru Rp 2.500, sedangkan pepaya mini, harga di supermarket saja Rp 7.000 per kilogram," ujar Sriani sembari menyebut, stok buah pepaya mini di satu gerai di IPB tidak pernah tersisa karena selalu habis dibeli konsumen.

Selain dari rasa yang lebih manis, mengonsumsi pepaya mini simpel, tidak perlu mengupas kulitnya. Konsumen cukup menggunakan sendok makan, membelah dan seketika dapat disendoki ke mulut.

Dengan memberi nilai ekonomi kepada petani, kaa dia, program konservasi tanaman asli Indonesia akan dapat terjaga. Sebab petani merasa diuntungkan menanam tanaman yang ada di sekitarnya, bukan bangga pada tanaman asing. Sriani juga mengatakan, warga Indonesia dan para ilmuan biologi sebenarnya pantas bangga karena keanekaragaman.

"Di Kalimantan ada durian yang bagus-bagus, yang tidak kalah dari durian montong. Kita juga punya pisang ambon, yang rasanya tidak kalah dari capendis," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas