Kejagung: Vonis Gubernur Bengkulu Kewenangan Pengadilan
Kejagung kini tengah berkosentrasi dalam penyususunan memori kasasi.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Yudie Thirzano
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Indonesian Corruption Watch (ICW) membeberkan kejanggalan dalam vonis bebas Gubernur (nonaktif) Bengkulu, Agusrin M Najamuddin. ICW pun mendesak Kejaksaan Agung untuk melakukan kasasi terhadap vonis tersebut. Apalagi perkara tersebut dipimpin oleh Hakim Syarifuddin yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Noor Rachmad tidak berkomentar tentang adanya dugaan suap dalam perkara tersebut. "Kita melihat putusan itu adalah kewenangan pengadilan yang harus kita hormati," kata Noor ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (5/6/2011).
Noor mengatakan pihaknya kini tengah berkosentrasi dalam penyususunan memori kasasi. Menurutnya tiga hal yang melatarbelakangi kejaksaan melakukan kasasi yakni apakah putusan yang dimintakan kasasi terdapat kesalahan penerapan peraturan hukum atau tidak diterapkan sebagaimana mestinya, apakah cara mengadili tidak dilakukan menurut ketentuan undang-undang dan apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
"Hal itu yang menjadi pedoman kita, saat ini sedang disusun," imbuhnya. Namun Noor tidak menjelaskan lebih jauh isi dari kasasi tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) membebaskan Gubernur (nonaktif) Bengkulu, Agusrin M Najamudin. Pasalnya, Agusrin tidak terbukti sama sekali melakukan kasus Pajak Bumi Bangunan (PBB) atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Provinsi Bengkulu.
Dengan putusan ini, Agusrin dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan 4,5 tahun penjara berdasarkan dakwaan primair pasal 2 ayat 1 jucnto pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi, junto pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP. Lalu dakwaan subsidair pasal 3 junto pasal 18 UU nomer 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomer 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.