Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Demokrat Didesak Tuntaskan Perkara Nazaruddin-Andi Nurpati

Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyayangkan sikap Partai Demokrat kurang serius menyelesaikan kasus Nazarudin dan Andi Nurpati.

Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Ade Mayasanto
zoom-in Demokrat Didesak Tuntaskan Perkara Nazaruddin-Andi Nurpati
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Puluhan massa yang menamakan diri Laskar KPK berunjukrasa di depan kantor KPK, Jakarta Selatan, mendesak KPK menuntaskan kasus korupsi yang diduga melibatkan sejumlah kader Partai Demokrat, Kamis (9/6/2011). Kader Partai Demokrat yang diduga terlibat kasus korupsi yaitu M.Nazaruddin, Max Sopacua, dan Joni Allen Marbun. (tribunnews/herudin) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyayangkan sikap Partai Demokrat kurang serius menyelesaikan kasus yang melibatkan kadernya. Hasyim menyarankan, harusnya Demokrat menyelesaikan kasus Nazarudin dan Andi Nurpati dan lain-lainnya yang membelit PD secara kesatria.

Menurutnya, Penanganan masalah yang lambat justru tidak akan menguntungkan posisi Partai Demokrat. Bahkan, kasus ini akan menguntungkan partai pesaing demokrat.

"Karena kalau berbelit belit seperti sekarang, toh hanya akan memperluas space untuk kompetitor dalam mendera Partai Demokrat tentang masalah korupsi dan pemalsuan, yang tak bisa dihindari pasti mendelegitimasi kebersihan sosok SBY," ujar KH Hasyim Muzadi dalam pernyataannya kepada Tribunnews.com, Senin (13/6/2011).

Di Indonesia, katanya, ada kebiasaan jelek pada saat pergantian rezim. Ketika Bung Karno diganti , kelompok Soekarnois berantakan. Sedangkan saat penguasa Orde Baru Soeharto mundur, Golkar banyak diserang orang bahkan sebagian kantornya dibakar.

"Saat itu, yang mendadak melejit malah PDIP. Golkar baru menang kembali lima tahun kemudian. Partai Demokrat adalah partai yang besar sangat mendadak, dari partai kecil mendadak menjadi partai yang cukup untuk nyalon presiden,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, Partai Demokrat sebaiknya menyelesaikan masalahnya secara kesatria mumpung SBY masih menjabat sebagai Presiden. "Kalau sudah tidak ditunggi lagi, akankah sejarah (masa lalu) akan berulang ?" ujarnya.

Berita Rekomendasi

Pengasuh pondok pesantren Al Hikam Malang dan Depok ini menyarankan SBY segera meninggalkan gaya politik pencitraan yang sekarang ini diterapkan.

"Seharusnya politik pencitraan diganti dengan politik amal, kinerja dan jasa. Politik Pencitraan tidak akan sampai manfaatnya kepada rakyat, kecuali hanya memproses kekuasaan untuk kekuasaan pribadi dan oligarki," ungkapnya.

Politik pencitraan, lanjutnya, adalah anak kandung kepalsuan dan kepura-puraan. Bahkan politik pencitraan akan bergerak merusak citra tokoh lain dalam persaingan citra yang rakyat sendiri sesungguhnya tidak mengerti masalahnya.

"Negara akan dipenuhi fitnah dan caci maki. Semua aspek negara menjadi palsu," lanjut Hasyim.

Dalam era reformasi ini, sambung KH Hasyim lagi, politik yang semula mempunyai moral menjadi transaksional. Selain itu, demokrasi menjadi rasa industri. Hukum pun menjadi rasa kekuasaan dan uang.

"Pendidikan rasa bisnis. Ekonomi rasa pemerasan dan penghisapan. Agama rasa hayalan. Budaya rasa kekejaman. Kabinet presidensil rasa parlementer . Otonomi rasa konfederasi. Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi rasa Keuangan yang maha kuasa," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas