Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perjuangan Buruh Kandas oleh Uang Sogok Buat Hakim Imas

Di balik sogok yang diterima oleh Hakim Imas Dianasari terdapat perjuanagan ribuan buruh yang harus kandas kala putusan majelis hakim

Penulis: Vanroy Pakpahan
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Perjuangan Buruh Kandas oleh Uang Sogok Buat Hakim Imas
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung, Imas Dianasari, usai diperiksa penyidik KPK, di kantor KPK, Jakarta Selatan, Jumat (1/7/2011). Imas tertangkap tangan menerima suap dari Manajer Administrasi PT.Onamba Indonesia (OI), Odi Juanda, senilai Rp 200 juta dalam pengurusan kasus di Mahkamah Agung. (tribunnews/herudin) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial Imas Dianasari ditangkap tangan KPK, Kamis (30/6/2011) malam lalu atas tuduhan menerima suap sebesar Rp 200 juta dari Manager Administrasi PT Onamba Indonesia (OI) yaitu Odi Juanda. uang itu diberikan Odi agar Imas dapat membantu perusahaan memenangkan sengketa industrial melawan pegawainya sendiri, di tahap kasasi.

Penelusuran Tribun, sengketa itu berawal ketika PT OI memecat Ketua Serikat Pekerja (SP) Onamba Indonesia Emanuel Suherman pada sekitar akhir 2009 lantaran dituduh menerima uang sebesar Rp 500.000 dari pihak Catering. Tindakan itu dinilai melanggar ketentuan PKB Pasal 42 ayat 10 yang menyatakan larangan untuk meminta dan atau menerima uang atau materi kepada tenant atau vendor untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok yang bukan untuk kepentingan perusahaan.

Sebelum PHK itu dijatuhkan, serikat pekerja memang gencar melakukan aksi mogok kerja menuntut perusahaan memenuhi hak buruh yang sudah ditulis dalam perjanjian kerja bersama (PKB) antara buruh dan majikan. Ada tiga tuntutan yang diajukan pekerja kala itu, yaitu penyediaan mobil jemputan untuk semua rute bagi para buruh sesuai dengan ketentuan yang ada dalam PKB, perubahan kartu asuransi kesehatan untuk buruh dari Blue inhealth (untuk regional saja) menjadi Silver inhealth (untuk nasional) dan pembayaran sumbangan bagi pekerja yang meninggal dunia sesuai dengan PKB.

Namun oleh perusahaan, tuntutan ini tak pernah dipenuhi. Dalam berbagai kesempatan, perusahaan sebenarnya selalu mengatakan kalau para buruh tidak perlu mogok. Alasannya, apa yang menjadi tuntutan buruh sebenarnya bisa diselesaikan melalui pembicaraan dan perundingan secara baik-baik. Namun pernyataan ini hanyalah pernyataan kosong belaka yang disampaikan dalam berbagai kesempatan, baik melalui media lokal ataupun di forum-forum.

Sepeninggal Suherman, kepemimpinan SP Onamba berada dibawah koordinasi Dewan presidium yang beranggotakan 4 orang yaitu, M Iwan Ridwan, Nurhayati, Istiawan dan Donny Abemozes. Sebagai koordinator Dewan presidium adalah M Iwan Ridwan yang bertindak mewakili posisi Ketua SP Onamba pengganti Suherman. Pada perjalanannya SP Onamba Indonesia pun berafiliasi dengan Federasi Serikat Pekerja Karawang (FSPEK-KASBI). Nama mereka pun menjadi SPA (serikat pekerja anggota) FSPEK-KASBI Onamba Indonesia.

Umur M Iwan Ridwan sebagai Ketua SP tak lama. Sejak 20 September 2010, dia pun bernasib sama dengan Suherman. Namun bedanya, alasan iwan di PHK, lantaran dirinya memaki koleganya sesama karyawan yaitu Ahmad Irfan dengan kata "bangsat".

Kata "bangsat" itu bermula ketika pada tanggal 13 Agustus 2010, sekitar pukul 11.30 WIB, M Iwan Ridwan sedang mendistribusikan surat undangan atau ijin kepada para pengurus untuk menghadiri rapat yang akan diadakan pada tanggal 13 Agustus 2010 pukul 13.30 WIB. Saat memberikan surat kepada M Nurdin di bagian Warehouse, Iwan bertemu dengan Ahmad Irfan. Kemudian secara kasar Ahmad Irfan mengusir M Iwan Ridwan dari arena Warehouse dengan mengucapkan kata-kata sebagai berikut: “ Ngapain lu mas? Ini jam kerja, lu tau aturan ga? Ini wilayah atau daerah gue!” dan kemudian mengancam akan melaporkan M Iwan Ridwan kepada kepala seksinya dan bila perlu kepada personalia

Berita Rekomendasi

Atas hal tersebut dan berdasarkan laporan dari Ahmad Irfan, personalia kemudian mem-PHK M Iwan Ridwan. Dalam surat PHK dituliskan, Iwan mengakui perbuatannya itu. Selain itu, saksi-saksi lain pun menguatkan tuduhan pelanggaran terhadap Iwan. Sebelum di PHK, pada 6 April 2010, Iwan sudah mendapat SP3 dengan tuduhan ikut menerima uang catering seperti Suherman.

Sehari sebelumnya, Iwan bersaksi untuk Suherman dalam Sidang PHI atas kasus PHK Suherman terkait dengan penerimaan uang yang diterima oleh Eman Suherman dari pihak catering.

Dalam kesaksiannya, M Iwan Ridwan menyatakan dirinya hanya diajak oleh Eman Suherman untuk bertemu dengan pihak Catering tanpa mendapatkan penjelasan apapun terkait dengan agendanya dan pada saat pihak catering memberikan uang kepada Suherman, dirinya tidak ikut menerima uang tersebut.

Namun dalam SP3, tertulis pertimbangan kebijakan dikeluarkannya SP3 tersebut adalah berdasarkan pengakuannya sendiri dalam sidang PHI di Bandung pada kasus PHK Saudara Eman Suherman tanggal 5 April 2010, yang bersangkutan menyatakan ikut serta menerima uang sebesar Rp 500.000 dari Catering manunggal.

Selain M Iwan Ridwan, perusahaan juga memberikan sanksi berupa surat peringatan Nurhayati (Bendahara SPA FSPEK-KASBI PT Onamba Indonesia) dan Istiawan (Advokasi Departemen SPA FSPEK-KASBI PT Onamba Indonesia) atas tuduhan mengganggu jam kerja ketika mereka melakukan sosialisasi ke para pekerja dan dituduh mengakomodir terselenggaranya dan melakukan kampanye hitam kepada para pekerja.

Lantaran pemecatan ketua SP mereka berturut-turut dalam waktu dekat itulah, 30 September 2010, para pekerja pun mogok kerja. Mereka menilai PT OI telah melakukan Busting Union kepada SP. Apalagi, perusahaan kemudian memfasilitasi terbentuknya serikat pekerja baru sebagai tandingan, saat para pekerja mulai sering-sering mogok kerja, dengan tujuan melemahkan posisi tawar serikat pekerja.

Iwan Ridwan dkk pun membawa tindakan perusahaan ini ke jalur hukum. Dalam proses persidangan, mereka diwakili oleh Jajat Darojat yang merupakan Pengurus Federasi Serikat Pekerja Karawang (FSPEK). Dalam putusannya, Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Bandung yang memeriksa dan mengadili sengketa ini, memenangkan perusahaan.

Satu di antara putusan Majelis hakim -Imas Dianasari menjadi bagian dari majelis- menilai, PHK yang dikeluarkan oleh PT OI kepada Iwan Ridwan tidak menyalahi aturan dan tidak dapat disebut sebagai Busting Union. Iwan, menurut hakim, tidak di PHK, melainkan mengundurkan diri.

Selain itu, Majelis hakim juga menyatakan mogok kerja yang dilakukan Iwan dkk, sejak tanggal 1 Oktober sampai dengan 8 Oktober 2010 dan seterusnya adalah mogok kerja tidak sah. Majelis pun menyatakan sah dan beralasannya, PT OI tidak membayar upah Para Tergugat terhitung sejak tanggal 1 Oktober 2010.

Tak cukup sampai disana, majelis hakim pun memenuhi keinginan perusahaan untuk memutus hubungan kerja dengan Iwan dkk serta termasuk 25 orang pekerja kontrak, dengan alasan Iwan dkk dan termasuk 25 orang pekerja kontrak itu mengundurkan diri sejak tanggal 8 Oktober 2010. Inilah yang kemudian tak dapat diterima oleh kubu Iwan dkk. Mereka pun mengajukan Kasasi kepada Mahkamah Agung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas