Indeks Tindakan Radikal di Indonesia Turun
LSM yang peduli perdamaian, Lazuardi Birru, melalui surveinya merilis indeks tindakan radikal secara nasional turun dari 24,7 menjadi 20,0.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Ade Mayasanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - LSM yang peduli perdamaian, Lazuardi Birru, melalui surveinya merilis indeks tindakan radikal secara nasional turun dari 24,7 menjadi 20,0.
"Meski menyusut, potensi radikalisme masih tetap terbuka lebar," kata Direktur Eksekutif Lazuardi Birru, Dhyah Madya Ruth, Rabu (5/10/2011).
Hasil sirvey menunjukan proporsi muslim yang memiliki skor lebih dari 50, atau bersedia atau pernah melakukan tindakan radikal juga turun dari 13,1 persen pada tahun lalu menjadi 9,2 persen. "Tidak banyak masyarakat yang pernah terlibat langsung dalam tindakan sosial-keagamaan radikal. Rata-rata hanya di bawah 4 persen jumlah mereka yang pernah terlibat dalam tindakan ekstrim, seperti merazia tempat maksiat, menyerang tempat ibadah, atau mendemonstrasi kelompok yang dipandang sebagai musuh Islam," ujarnya.
Ia mengakui temuan ini tidak mengejutkan karena tindakan yang mengandung risiko besar hanya akan dilakukan oleh mereka yang percaya akan mendapat insentif yang nilainya juga lebih besar dari imbalan-imbalan biasa. "Keyakinan akan mendapat pahala atau berkah jauh lebih penting dari imbalan materi. Namun hanya sedikit mereka yang benar-benar meyakini pandangan ini," ujarnya.
Tindakan radikal yang cukup banyak dilakukan adalah dengan menyumbang kelompok atau organisasi yang dipandang sedang berjuang sebesar 25 persen dan meyakinkan orang lain untuk mengikuti pandangan ektrim sebesar 17,8 persen. Meski cukup tinggi, dua tindakan ini mengalami penurunan dibanding tahun lalu, yang masing-masing 37,4 persen dan 18,8 persen.
Persentase untuk kategori mereka yang melakukan tindakan radikal secara langsung mengalami sedikit penurunan dari 1,2 persen tahun lalu menjadi 1,1 persen.
Sementara, kesediaan seseorang untuk terlibat tindakan radikal jika peluang memungkinkan tergolong tinggi. Di antara berbagai indikator, hanya kesediaan untuk menyerang tempat ibadah agama lain yang jumlahnya di bawah 4 persen. Sementara kesediaan untuk melakukan tindakan lainnya, seperti razia, demonstrasi, menyumbang, berkisar antara 9,7 persen hingga 25,5 persen. Hal ini menggambarkan besarnya potensi untuk terjadinya tindakan radikal, walaupun mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang berkisar 14,1 persen hingga 37,1 persen.
Bagi Lazuardi Birru, survey ini bertujuan untuk mengeksplorasi radikalisme sosial keagamaan di tingkat massa muslim dewasa secara nasional, sekaligus menggambarkan kecenderungan atau tren kerentanan radikalisme dalam setahun terakhir.
Survey ini dilakukan pada periode Juni dan Juli lalu dengan 1.240 responden di sembilan provinsi. Adapun respoden yang beragama Islam sebanyak 86,3 persen, Kristen 11,1 persen, dan responden yang beragama lainnya sebanyak 2,6 persen. Sampel dipilih dengan teknik multistage random sampling dengan margin of error sebesar lebih kurang 2,8 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.