LBH Pers Kecam Tindakan Kekerasan TNI Terhadap Jurnalis
Kekerasan terhadap jurnalis yang sedang meliput tidak ada hentinya. Hari ini menimpa beberapa jurnalis yang sedang melakukan peliputan jatuhnya
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekerasan terhadap jurnalis yang sedang meliput tidak ada hentinya. Hari ini menimpa beberapa jurnalis yang sedang melakukan peliputan jatuhnya pesawat tempur jenis Hawk 200 milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) di Riau, Selasa (16/5/2012) terhambat.
Sejumlah wartawan yang akan mengambil gambar di lokasi dihadang oknum anggota TNI AU. Bahkan beberapa wartawan mendapatkan pukulan diantaranya yaitu Febrianto Budi Anggoro dari Antara, Didik dari Riau Pos, Dewo Riau Channel, dan dua wartawan Rtv. Selain itu juga ada dua kamera disita.
"LBH Pers mengecam keras tindak Kekerasan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) yang main pukul terhadap jurnalis tersebut," kata Kepala Divisi Non Litigasi LBH Pers, Dedi Ahmad, dalam siaran persnya, Selasa (16/10/2012).
Dengan alasan apapun, Dedi mengatakan pemukulan tersebut jelas-jelas adalah bentuk arogansi dan merupakan tindakan pidana serta merupakan pelanggaran hukum atas UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Pemukulan tersebut dilakukan pada saat jurnalis sedang melakukan tugas jurnalistiknya dan dengan demikian TNI AU telah menghalang-halangi peliputan," tegasnya.
LBH Pers menilai bahwa semestinya, TNI AU tidak melakukan upaya kekerasan jika memegang prosedur dan patuh hukum, seperti Undang-undang Pers No.40 Tahun 1999 Tentang Pers.
"Tugas seorang Jurnalis dalam mengemban profesinya dilindungi oleh aturan dan undang-undang," katanya.
Seperti dalam Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, bahwa kewajiban Pers nasional disebutkan dalam Pasal 5 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Pers nasional memiiki kewajiban untuk memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.”
Klik: