Sate Terakhir Andi Mallarangeng di Rumah Dinas
Hari bergegas pergi ditelan gelap. Pijar lampu mulai memenuhi tiap sudut ruangan rumah besar dua lantai
Penulis: Y Gustaman
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hari bergegas pergi ditelan gelap. Pijar lampu mulai memenuhi tiap sudut ruangan rumah besar dua lantai itu sampai ke halaman. Kardus berbagai ukuran yang terbungkus rapi, menyesaki teras depan yang tak begitu lapang. Ada yang kecil, sedang, dan besar, berisi segala rupa perabotan si empunya rumah.
Dari deretan rumah sepanjang kompleks kementerian Jalan Widya Chandra III, aktivitas rumah nomor 14 lebih terasa sejak Jumat (7/12/2012) siang. Sampai suara adzan Magrib menggema dari menara Masjid Soahuddin di Direktorat Jenderal Pajak, penghuni rumah belum kelar mengemasi barang-barang.
Menjelang malam, suasana rumah mulai ramai. Satu persatu tamu berdatangan. Ada yang bergerombol, berpasangan, sampai sendiri-sendiri. Dari yang berjalan kaki, sampai yang naik mobil. Di antara para tamu, ada keluarga, fungsionaris partai, para pembesar di sebuah instansi kementerian, anak kuliahan, dan pengacara.
Tujuan mereka satu, menemui empunya rumah Andi Alifian Mallarangeng, yang baru saja mengundurkan diri dari jabatan Menteri Pemuda dan Olahraga setelah dicegah dan disangka kasus korupsi pembangunan pusat olahraga nasional di Bukit Hambalang, Bogor. Meski datang dengan kepentingan berbeda, tapi mereka tampak guyub.
Sejumlah kerabat dan staf di Kemenpora ada yang memilih mengemasi barang pribadi Andi ke dalam kardus-kardus kosong untuk diangkut ke sebuah truk yang terparkir di halaman rumah. Andi sudah komit, untuk segera meninggalkan rumah dinas setelah melepas jabatan menteri, kembali rumah pribadinya di Cilangkap.
“Kita tidak bisa main-main dengan institusi negara. Kalau permintaan mundurnya efektif mulai Jumat, artinya besok (Sabtu) bukan menteri lagi. Kalau bukan lagi menteri tidak berhak menikmati fasilitas negara. Kalau ada yang kurang, seperti tikar belum terangkat kita minta izin ambil tikar,” ujar Rizal Mallarangeng, adik Andi.
Syarief Hasan, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menemui Andi di rumah dinasnya, setelah mundur dari Menpora, pukul 21.08 WIB. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat yang masih mengenakan batik lengan panjang ini datang berjalan kaki dari rumahnya. Rumah keduanya bersebelahan.
Disusul Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana bersama isteri dan anaknya, pukul 21.55 WIB. Denny bertamu mengenakan kaos hitam ditutupi jaket kulit warna cokelat, dengan celana selutut. “Kunjungan sahabat saja. Andi kan teman saya,” ujarnya pendek sambil melewati gerbang lalu menghilang di pintu rumah.
Sekian tamu yang masuk ke rumah dinas, tak disambut Andi secara langsung. Ia memilih menerima mereka di dalam rumah. Hanya istrinya, Vitri Cahyaningsih Mallarangeng, yang lebih sering menerima tamu, termasuk sanak keluarga dan teman-teman kuliah anak kedua mereka Gemintang Kejora Mallarangeng dari teras rumah.
Malam itu, pengacara Luhut MP Pangabean dan Harry Ponto ikut bertamu. Keluarga menunjuk mereka sebagai pengacara yang mendampingi proses hukum Andi di KPK. Mereka terlibat pembicaraan awal terkait langkah hukum selanjutnya. Bisa jadi keduanya juga pengacara untuk Andi Zulkarnain Mallarangeng yang ikut dicegah KPK.
Salah satu tamu ‘tak resmi’ adalah Ahmad Yani, penjual sate keliling langganan Andi dan keluarga. Sejak menjabat Menpora, Andi kerap memesan sate kepada Yani yang asli Madura. Malam itu ia mendapat telepon dari bawahan Andi untuk segera merapat ke rumah dinas, memberikan jamuan terbaik bagi tamu-tamunya.
“Pak Andi tadi pesan 300 tusuk sate. Seporsinya 10 tusuk. Tadi saya ditelepon sama sekretarisnya yang biasa memesan sate saya. Alhamdulillah sate saya habis semuanya diborong sama keluarga. Itu saja ada yang belum kebagian,” cerita Yani yang menjalani profesinya sebagai penjual sate sejak 1989.
Dari rumahnya di Mampang, Jakarta Selatan, Yani biasa berjualan malam. Jika tak ada yang memborong, ia harus berkeliling untuk menghabiskan ratusan satenya sampai pukul 03.00 WIB. Malam itu, 500 tusuk sate yang dibawanya habis oleh keluarga Andi 300 tusuk, dan keluarga Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Purnomo 200 tusuk.
Sejumlah menteri dan pejabat negara di Widya Chandra adalah pelanggan Yani. Ada Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri UKM Syarief Hasan, Mendikbud Muhammad Nuh, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Tiap Ramadhan tiba, Andi hanya sekali memborong sate kambing dan ayam yang dijual Yani, berikut dengan lontongnya. Sebagai sahibul bait, Andi menjadikan sate Yani sebagai jamuan untuk keluarga, staf, dan tamu yang datang berkunjung. Tak ketinggalan Andi bersama istrinya juga ikut memesan sate Yani.
“Dia makan satu setengah porsi. Lebih suka sate ayam. Stafnya yang pesan, bukan Pak Andi. Harga seporsinya sama seperti yang saya jual ke orang biasa. Kalau menteri yang beli, dilebihin seribu,” ucapnya. Yani tak sadar, ini sate terakhir dalam karir Andi sebagai Menpora karena harus pindah ke rumah pribadi esok hari di Cilangkap.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.