Jaksa Minta Hakim Tahan Hotasi Nababan di Rutan Negara
Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim agar terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat merpati, Hotasi Nababan
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Anwar Sadat Guna
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim agar terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat merpati, Hotasi Nababan ditahan di Rumah Tahanan Negara.
Permintaan tersebut, tertuang bersamaan dengan tuntutan yang dilayangkan jaksa kepada mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines tersebut.
"Menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun dengan perintah supaya ditahan di rutan dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan," kata jaksa Frenkie Zon saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/1/2013).
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan Hotasi Nababan sebagai tersangka sejak 17 Agustus 2011 silam.
Tetapi, sejak penetapan tersangka tersebut hingga tuntutan pada Senin (7/1/2012) ini, Hotasi masih berstatus sebagai tahanan kota.
Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta dalam putusan selanya juga tidak memerintahkan terdakwa Hotasi Nababan untuk ditahan di Rutan Negara. Melainkan, tetap menjadi tahanan kota.
"Memerintahkan terdakwa tetap menjadi tahanan kota," kata ketua majelis hakim, Pangeran Napitupulu saat membacakan putusan sela dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (26/7/2012).
Terlebih, hakim tidak menyatakan alasan mengapa tidak memerintahkan jaksa untuk menahan mantan Direktur Utama (Dirut) PT MNA tersebut.
Dalam sidang yang digelar Senin (7/1/2013) di Pengadilan Tipikor, Hotasi Nababan dituntut pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Pasalnya, terdakwa terbukti melakukan penyalahgunaan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara Rp 1 juta dolar AS atas penyewaaan dua pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada tahun 2006 ke perusahaan leasing di Amerika Serikat, Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG).
"Menuntut, supaya majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Hotasi Nababan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsider, melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana," kata jaksa Frenkie Zon saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/1/2012).
Dalam pertimbangannya, jaksa mengatakan bahwa ada suatu kesengajaan oleh terdakwa Hotasi. Di mana, membayarkan sekuriti deposit sebesar 1 juta dolar Amerika kepada TALG melalui rekening Hume & Associates PC yang ditunjuk sebagai penampung dana sesuai kesepakatan dalam Lease Agreement Summary of Term (LASOT) yang ditandatangani Jon Cooper selaku CO dari TALG pada tanggal 18 Desember 2006 oleh Tony Sudjiarto General Manager di MNA atas kuasa dari Hotasi.
Padahal, Hotasi mengetahui security deposit tersebut akan digunakan oleh TALG sebagai uang muka pembelian pesawat ke East Dover Ltd.
Dan sesuai Lasot disepakati bahwa pembayaran security deposit oleh PT MNA setelah ditandatangani perjanjian antara TALG dengan East Dover.
"Sebenarnya security deposite tidak seharusnya dibayarkan. Sebab, TALG belum menunjukkan terjadinya jual beli pesawat sesuai perjanjian. Di mana, pembayaran dilakukan satu hari setelah TALG menunjukkan surat perjanjian jual-beli pesawat dengan East Dover sebagaimana dalam Lasot. Tetapi, atas persetujuan Hotasi, security deposit dibayarkan," urai Frenkie Zon.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.