Pengamat Duga Ada Pimpinan KPK Tidak Mau Anas Tersangka
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf menyayangkan keputusan Komite Etik KPK yang hanya memberikan
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf menyayangkan keputusan Komite Etik KPK yang hanya memberikan sanksi kepada Ketua KPK Abraham Samad dan stafnya Wiwin Suwandi tanpa bisa menyebutkan motif dari pembocoran sprindik tersebut.
Hal ini menurutnya menjadi penting karena sebelumnya ada isu berkembang luas bahwa ada perpecahan sikap diantara pimpinan KPK terkait kasus yang menimpa Mantan Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum.
“Kalau hanya kelalaian memang sudah cukup hasil temuan Komite Etik KPK. Tapi saya rasa ini lebih dari sekedar kelalaian dan justru merupakan kesengajaan untuk membocorkan sprindik Anas ini. Kebocoran ini seperti disengaja dan semakin menguatkan isu yang berkembang seelama ini di publik bahwa diantara pimpinan KPK ada yang tidak setuju menjadikan Anas sebagai tersangka dan sebagai lainnya setuju. Yang tidak setuju tentunya akan terdesak ikut menjadikan Anas tersangka.Jadi sangat disayangkan kalau komite etik tidak berhasil mengungkapkan motifnya,” ujar Asep kepada wartawan, Rabu (3/4/2013).
Dugaaan ini menurutnya semakin mendapatkan legitimasi karena tidak lama setelah bocornya sprindik ini Anas ditetapkan jadi tersangka dan dua orang pimpinan KPK yang selama ini diisukan tidak mau menjadikan Anas tersangka dan yang dalam sprindik tidak terlihat tandantangannya seperti Bambang Widjajanto dan Busro Muqodas pun belakangan pada akhirnya menyetujui Anas ditetapkan menjadi tersangka.
”Bahkan Bambang lah kemudian yang mengumumkan penetapan Anas menjadi tersangka,” tambahnya.
Asep mengatakan bahwa jika benar bahwa motif pembocoran itu adalah karena untuk mengungkapkan ada pihak-pihak di internal KPK yang menghalang-halangi penyelidikan dan penyidikan, maka tentunya ada konsekuensi hukum terhadap pihak yang menghalang-halangi karena menghabat penyelidikan dan penyidikan masuk dalam delik pidana.
”Jika benar bahwa Busro dan Bambang menghalang-halangi penyidikan dan penyelidikan maka itu sudah perbuatan pidana.KUHP mengatur siapapun yang menghalang-halangi termasuk penyidiknya maka bisa dipindakan,” tegasnya.
Lebih lanjut Asep mengatakan jika ini yang terjadi maka bukan lagi ranah etik dan aparat hukum lainnya harus bertindak. Penyelidikan dan penyidikan kasus ini pun harus dialihkan ke aparat penegak hukum lainnya.
”Yah polisi dan kejaksaan kemudian yang memproses ini termasuk juga penyelesaian kasusnya harus dilimpahkan kepada aprat hukum lainnya,” imbuhnya.