Perlu Pendekatan Khusus Soal Bendera Aceh
Penetapan bendera GAM sebagai simbol provinsi Aceh dalam Qanun Nomor 3/2013, menuai pro dan kontra
Penulis: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Penetapan bendera GAM sebagai simbol provinsi Aceh dalam Qanun Nomor 3/2013, menuai pro dan kontra. Ada masyarakat Aceh yang sepakat dengan penetapan bendera GAM sebagai bendera Aceh, ada pula yang tak berbeda pendapat.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon berpendapat, Perbedaan pendapat dan pandangan, merupakan hal wajar. Sejauh perbedaan tersebut tak mengarah pada konflik yang menganggu situasi damai di Aceh.
Dikatakan, penyelesaiannya harus dilakukan secara dialogis dan demokratik, melalui mekanisme yang terlembaga. Selain itu, proses yang berjalan, selain harus memperhatikan aspirasi warga, juga harus memperhatikan Nota Kesepahaman Helsinki.
Disana diatur tentang atribut dan simbol GAM. Kemudian yang paling utama adalah mengenai polemik ini yang harus memelihara situasi damai dan menunjang iklim kondusif masyarakat Aceh dalam melakukan aktivitas ekonominya dan membangun kesejahteraannya.
"Menjadikan Bendera GAM sebagai bendera provinsi selama aspirasi rakyat Aceh tentu harus dihargai. Namun sebagai bendera NKRI harus Merah Putih. Perlu dicatat, rakyat Aceh sangat berjasa dalam kemerdekaan RI dan ikut dalam mempertahankan kemerdekaan RI tahun 1945-1949. Aceh punya saham terhadap kemerdekaan RI," ujarnya dalam rilisnya kepada Tribun, Rabu (3/4/2013).
Bendera dan lambang provinsi adalah hal yang penting. Namun, sambung Fadli lagi, kesejahteraan warga Aceh, perdamaian, dan keadilan disana, jauh lebih penting.
Di sisi lain, imbuhnya, polemik ini merupakan evaluasi juga bagi pemerintah pusat, untuk terus mengawal proses pembangunan perdamaian di Aceh. Aceh sebagai daerah yang baru saja terbebas konflik, perlu pendekatan khusus. Sehingga, respon yang diberikan pusat tak reaksioner ketika ada gejolak-gejolak di masyarakat Aceh.
"Untuk menangani ini, pemerintah pusat, provinsi dan perwakilan masyarakat perlu duduk bersama," pungkas Fadli Zon.
Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Susilo mengatakan, meski qanun sudah disahkan DPR Aceh, namun tetap dapat dibatalkan kalau terbukti melanggar konstitusi.
Qanun itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan lebih tinggi, salah satunya Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) 7/2007.
“Kalau mengarah ke bendera gerakan separatis, qanun tidak bisa diberlakukan,” katanya.
Dirjen Otda Kemendagri sendiri, lanjut Susilo, sudah berada di Aceh untuk bertemu dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Diharapkan, dari pertemuan itu lahir sebuah kesepakatan untuk merevisi bendera Aceh yang memang mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.