Aturan Larangan Rangkap Jabatan Diusulkan Masuk
Aturan larangan rangkap jabatan bagi Presiden RI diusulkan masuk dalam revisi UU 42 tahun 2008 tentang pemilihan presiden.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aturan larangan rangkap jabatan bagi Presiden RI diusulkan masuk dalam revisi UU 42 tahun 2008 tentang pemilihan presiden. Hal itu diutarakan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
"Kami ingin melakukan pembatasan rangkap jabatan bagi presiden," kata anggota Baleg asal PPP Ahmad Yani di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (4/4/2013).
Yani mengatakan PPP meminta Revisi UU Pilpres itu dilanjutkan. Partai berlambang Ka'bah itu juga meminta 0 persen Presidential Treshold (PT).
"Di konstitusi tidak ada pembatasan. Pandangan resmi fraksi adalah menyetujui pembahasan lanjutan," imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan PKS. Anggota Baleg asal PKS Indra juga meminta UU tersebut direvisi. PKS mengusulkan aturan larangan rangkap jabatan masuk dalam UU tersebut.
"Rangkap jabatan wajib diatur, bagaimanapun bohong kalau fokus padahal rangkap jabatan," kata Indra.
Indra mengatakan dalam forum lobi-lobi UU Pilpres yang berlangsung hari ini di ruang Baleg belum ada titik temu.
"Awalnya ada sebagian ini dibahas setelah reses, PKS menilai pembahasan sudah berkali-kali tidak ada kejelasan, semakin lambat jika setelah reses," kata Indra.
Indra juga mengatakan Baleg belum memastikan angka untuk presidential treshold (PT). Namun, PKS ingin adanya perubahan angka PT. "Bisa 20 persen, 3,5 persen atau 0 persen," katanya.
Sementara Ketua Baleg DPR Ignatius Mulyono mengatakan mengungkapkan lima fraksi yang tidak ingin adanya perubahan UU yakni Demokrat, Golkar, PDIP, PAN, PKB. Sedangkan yang meminta perubahan antara lain PPP, PKS, Gerinda dan Hanura. "Meminta tetap dilakukan perubahan, termasuk soal teknis juga dilakukan," katanya.
Ignatius mengatakan pihaknya akan mengadakan pertemuan kembal pada Rabu pekan depan. "Ketika di Baleg bisa musyawarah mufakat maka tidak usah dibawah ke paripurna," tukas Ignatius.