Ratusan Rohaniwan Mengeluh kepada Ketua MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kedatangan ratusan rohaniwan se-Jabodetabek.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kedatangan ratusan rohaniwan se-Jabodetabek. Mereka ingin menemui Ketua MPR Taufik Kiemas untuk meminta keadilan terkait pelaksanaan ibadah.
Pasalnya, saat ini marak penutupan rumah ibadah yang dilakukan pemerintah daerah di Indonesia.
Pendeta HKBP Setu Adven Nababan mengatakan Pemerintah Kabupaten Bekasi tetap membongkar paksa Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Tamansari, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi sehingga dinilai telah menciderai kerukunan beragama.
"Pembongkaran gereja, lebih banyak intervensi kelompok tertentu, tapi pemerintah sangat lemah di sini. Saya usulkan pak Taufik Kiemas memanggil pemerintah kabupaten Bekasi," kata Pendeta Adven didepan Ketua MPR Taufik Kiemas di Gedung Nusantara V, Senin (8/4/2013)
Perwakilan KWI Romo Suprapto mengatakan pihaknya mendukung segala upaya untuk memperjuangkan hak konstitusi. "Khususnya yang dijamin adalah kebebasan beribadah yang akhir-akhir ini mengalami persoalan yang sangat memprihatinkan," tuturnya.
Selain itu, Warga Syiah Emilia juga mengeluarkan protesnya terhadap pemerintah.
"Kami hidup berdampingan dengan yang lain selama ini, tapi akhir-akhir ini hidup kami dicemari, kami sedih kalau kami diberlakukan secara tidak adil dari pemerintah, paling tidak kami dibiarkan mendapat perlakuan tidak adil dari kelompok-kelompok intoleran," ujar Emilia.
Sementara, Pendeta GKI Yasmin, Ujang Tanusaputra mengungkapkan tidak ada kebebasan dalam menjalankan ibadah karena selalu dihalangi oleh kelompok-kelompok intoleran.
"Kelompok-kelompok intoleran menyerang, bukan hanya agama lainnya, tetapi juga simbol-simbol negara," ujarnya.
Mereka pun meminta kepada MPR untuk mendesak pemerintah pusat dan daerah memberikan jaminan dan perlindungan kebebasan dan kemerdekaan beragama, beribadah dan mendirikan rumah ibadah tanpa memangdang suku, ras dan agama.
Mereka juga meminta agar MPR mendesak pemerintah pusat merevisi Peraturan Bersama dua menteri dengan tidak meletakkan hak setiap warganegara untuk beragama dan beribadah di tangan peraturan pemerintah daerah yang bertentangan dengan konstitusi negara Indonesia.
Menanggapi hal ini, Taufik Kiemas berjanji akan mengundang pimpinan negara, seperti Presiden, Ketua DPR, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi untuk membicarakan masalah intoleran ini.
"Saya nanti bulan depan, atau bulan ini akan melakukan pertemuan dengan pimpinan negara, Presiden, DPR, MA dan MK akan membicarakan kepentingan ini," ujar dia.
Namun, Taufik meminta agar dalam menyelesaikan kasus ini tidak dilakukan secara emosional. Sehingga masalah ini bisa segera diselesaikan.
"Saya akan berusaha menjembatani hal-hal ini. Soal masalah ini (intoleran) kami sepakat (tidak setuju)," tukasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.