RUU Pemda Harus Tingkatkan Kualitas Perencanaan Pembangunan Daerah
Direktur Urban and Regional Development Institute (URDI) Wahyu Mulyana menilai pengaturan perencanaan
Penulis: Y Gustaman
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Urban and Regional Development Institute (URDI) Wahyu Mulyana menilai pengaturan perencanaan pembangunan daerah dalam RUU Pemda masih terbatas pada aspek prosedural, dan belum menyentuh peningkatan kualitas agar lebih efektif dan berkualitas.
URDI salah satu elemen Pokda Otda setidaknya menemukan empat faktor mengapa perencanaan pembangunan daerah menjadi tidak efektif, sehingga wajar ada asumsi bahwa pengatur perencanaan pembangunan daerah dalam RUU Pemda terbatas aspek prosedural.
"Pertama karena tak terintegrasi antara perencanaan dengan penganggaran sehingga terjadi deviasi antara rencana dan pelaksanaan," ujar Wahyu dalam diskusi bersama Pokja Otda di Bakoel Cofee, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (14/4/2013).
Menurut Wahyu, saat ini proses perencanaan dan penganggaran dilakukan secara terpisah dalam waktu berbeda. Hal ini disebabkan tidak sinkronnya peraturan perundangan yang mengatur perencanaan dan penganggaran. Efeknya, terjadi deviasi antara perencanaan dengan pelaksanaan sekitar 45 persen.
Kedua, tak adanya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran. Sehingga rencana yang disusun dan dilaksanakan tidak menjawab kebutuhan ril masyarakat. Baiknya partisipasi masyarakat bisa lewat Musrebang tapi kenyataannya berlangsung prosedural.
Ketiga, tidak adanya prioritas rencana program atau kegiatan yang jelas dan terukur. Sehingga sumberdaya yang terbatas dibagi-bagi kecil untuk pemerataan namun tidak menghasilkan apa-apa kepada masyarakat. Terbukti kepala daerah kerap gagal membedakan program yang mendesak dan penting.
Wahyu mendorong, harusnya kepala daerah bisa mencontoh Gubernur Jakarta Joko Widodo yang memotong program dan kegiatan SKPD yang tak jelas soal bagaimana prioritas itu perlu dilakukan oleh pemda. Kemampuan menentukan rencana prioritas membuat jalannya program semakin efektif.
"Faktor keempat terjadi karena tidak konsistennya rencana pembangunan daerah dengan adanya perubahan kepemimpinan di daerah. Dampak pilkada langsung mengakibatkan rencana pembangunan daerah tidak efektif," tambah Wahyu sambil menambahkan, tiap kali ganti kepala daerah dibarengi ganti kebijakan.
Pokja Otda mengusulkan perlunya substansi peningkatan kapasitas pemda dalam perencanaan pembangunan daerah yang berkualitas, konsistensi perencanaan dan penganggaran daerah melalui sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran dengan melibatkan DPRD, integrasi RKPD, KUA dan PPAS dalam satu dokumen.
"Tentu saja kualitas dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah melalui perluasan dan perbaikan mekanisme ini tidak sebatas lewat Musrenbang, tapi mulai dari penjaringan aspirasi sampai penetapan rencana," tukasnya.