Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Biaya Masuk DPR Butuh Miliaran Rupiah?

Partai politik (Parpol) mulai menyerahkan daftar calon anggota legislatif (Caleg) sementara atau DCS untuk DPR RI ke

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Biaya Masuk DPR Butuh Miliaran Rupiah?
TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
Gedung DPR RI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai politik (Parpol) mulai menyerahkan daftar calon anggota legislatif (Caleg)  sementara atau DCS untuk DPR RI ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).  Setelah itu nantinya KPU akan keluarkan DCT atau daftar caleg tetap yang berisi nama-nama Caleg yang akan bertarung dalam Pemilu Legislatif 2014 mendatang.

Namun untuk menjadi anggota DPR bukan perkara mudah kendati sudah menjadi caleg. Visi dan misi seorang caleg bukan jaminan akan terpilih menjadi anggota DPR. Biaya yang perlu disiapkan pun ternyata tidak main-main bisa sampai miliaran rupiah.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung dalam penelitian disertasi doktornya yang banyak dipublikasikan menyebut biaya yang dikeluarkan seorang Caleg untuk menjadi anggota DPR bisa menghabiskan uang hingga Rp 6 miliar.

Besaran biaya kampanye itu tergantung pada latarbelakang caleg. Misalnya Pramono mengatakan dari hasil penelitian untuk disertasinya memperlihatkan pada  kampanye Pemilu 2009  ada anggota yang mengeluarkan uang hingga Rp 20 miliar. Jika dirata-rata, pengeluaran untuk kampanye anggota antara Rp 1,5 miliar sampai Rp 2 miliar.

Ia merinci pengeluaran kampanye untuk pengurus partai atau aktivis antara Rp 500 juta-Rp 1,2 miliar, anggota TNI/Polri dan birokrat antara Rp 800 juta-Rp 2 miliar, dan pengusaha Rp 1,2-Rp 6 miliar dimana diperkirakan angka itu akan naik pada Pemilu 2014 mendatang.

Sementara itu,  Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat mengatakan bisa saja seorang Caleg mengeluarkan anggaran hingga Rp 6 miliar jika Caleg tersebut masih baru dan belum banyak dikenal konstituen di daerah pemilihannya.

  "Kalau sudah dikenal seperti Ruhut Sitompul bisa berkurang ongkosnya karena sudah populer," kata Martin ketika dikonfirmasi pers di gedung DPR RI Jakarta, Senin (22/4/2013).

Berita Rekomendasi

Menurut dia biaya kampanye Caleg tinggi karena sistem Pemilu menggunakan suara terbanyak. "Itu yang memicu tingginya kompetisi tinggi karena masing-masing calon akan berusaha untuk menang termasuk di internal partai sendiri persaingan tajam," kata Martin.

Tingginya biaya kampanye, lanjut Martin,  penyebab seorang caleg merogoh koceknya dalam-dalam.  Dia mencontohkan ketika dalam sebuah daerah pemilihan bilangan pembagi pemilih atau BPP dibutuhkan 200 ribu maka minimal harus mencetak kaos kampanye 150 ribu sebagai buah tangan bagi konstituen. Jika harga sebuah kaos mencapai Rp 10 ribu per kaos maka dibutuhkan dana sekitar Rp 1,5 miliar. "Itu baru anggaran untuk beli kaos," kata Martin.

Belum lagi misalnya untuk biaya-biaya pembuatan spanduk, baliho atau poster.  Dia mengkalkulasi ongkos sebuah baliho sekitar Rp 400 ribu plus biaya pasang di daerah.  Jika di daerah pemilihan seorang caleg ada 10 kecamatan dan misalnya setiap kecamatan dipasang 5 baliho maka biaya dibutuhkan sekitar  Rp 20 juta.
"Jadi semakin luas daerah pemilihan maka semakin besar biaya dikeluarkan," kata Martin.

Untuk biaya pertemuan-pertemuan dengan masyarakat di daerah pemilihan juga membutuhkan biaya tidak sedikit.  Martin mengumpamakan jika dalam setahun diadakan 50 kali pertemuan dan hadir sekitar 200 orang setiap pertemuan maka sudah pasti disediakan uang makan dan sebagainya termasuk biaya menyewa tempat pertemuan.  Jika sekali pertemuan menghabiskan sekitar Rp 15 juta maka menghabiskan anggaran Rp 750 juta.

Lanjut Martin ongkos-ongkos lainnya tak kalah mahal seperti biaya membayar saksi di TPS saat pencoblosan, biaya transportasi, dan lain sebagainya.

"Yang dikhawatirkan jangan sampai pencalegan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dana misalnya berhutang ke bank.  Kalau terpilih kita bersyukur kalau tidak terpilih bagaimana?" ujar Martin.

Menurut Martin inilah konsekuensi dari Pemilu menggunakan suara terbanyak. Beda dengan Pemilu 2004 lalu yang menggunakan sistem nomor urut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas