Aiptu Labora: Semuanya Berawal dari Bisnis Beras
Aiptu Labora Sitorus, anggota Polres Raja Ampat mengatakan, PT Rotua dan PT Seno Adi Wijaya bukanlah miliknya.
Penulis: Abdul Qodir
![Aiptu Labora: Semuanya Berawal dari Bisnis Beras](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/aiptu-labora-sitorus-001.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aiptu Labora Sitorus, anggota Polres Raja Ampat mengatakan, PT Rotua dan PT Seno Adi Wijaya bukanlah miliknya.
Menurut Labora, perusahaan yang berbisnis kayu dan bahan bakar minyak (BBM) dikelola keluarganya, termasuk istrinya. Ia menuturkan, bisnis keluarganya bisa menghasilkan pendapatan miliaran Rupiah per bulan seperti saat ini, bermula dari bisnis beras pada 2002 silam.
"Jadi, usaha yang dimiliki keluarga ini memang sudah lama, mungkin sudah sekitar 10 tahun. Tapi, dulu tidak sebesar sekarang ini," kata Labora di Kantor DPP Pekat, Harmoni, Jakarta Pusat, Sabtu (18/5/2013).
Labora mengaku, bisnis keluarganya dibangun dengan mengacu pada aturan perizinan pemerintahan daerah setempat. Labora mengungkapkan, mulanya keluarganya hidup dengan sederhana, sebelum bisa mendapatkan keuntungan miliaran Rupiah seperti saat ini.
"Awalnya dari bisnis seperti beras, rokok, dan lain-lain. Lalu, pelan-pelan dia berlari, beli kayu sedikit demi sedikit," ujarnya.
Menurut Labora, ketekunannya dan keluarga membuahkan hasil, sampai akhirnya mendapatkan izin pendirian Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPB) dari seorang purnawirawan jenderal.
"Sampai akhirnya ada yang memberikan izin SPB tadi, yaitu Jenderal (Purn) Murwanto. Jadi, awalnya dari bisnis minyak," papar Labora yang semula bertugas di Polresta Sorong.
Selanjutnya, keluarga Labora melebarkan usaha dengan berbinis kayu bernama PT Rotua. Saat mulai merintis perusahaan yang satu ini, Labora mengaku keluarganya mendapatkan pinjaman uang sebesar Rp 5 miliar dari bank.
Menurutnya, bisnis kayu ini pun tak terlepas karena adanya dukungan dari Wali Kota Sorong.
"Kemudian, pelan-pelan lagi berjalan sampai akhirnya ada PT Rotua, ini didukung oleh Pak Wali. Karena Pak Wali juga punya program untuk meningkatkan industri di Papua. Beliau bilang, jangan lagi kayu log itu keluar (Papua). Sehingga, dengan adanya Pak Wali mendukung izin ini, kami lebih senang, itulah awal berdirinya PT Rotua," jelasnya.
Labora yakin perusahaan-perusahaan keluarganya berdiri secara legal.
"Jadi, sekarang usaha yang kami laksanakan ini berdasarkan izin tadi," cetusnya.
Diberitakan sebelumnya, Polda Papua telah menetapkan Labora sebagai tersangka kasus penimbunan BBM di Sorong dengan nama perusahaan PT Seno Adi Wijaya, dan penyelundupan kayu dengan nama perusahaan PT Rotua. Kini, Polri juga menjajaki kerja sama dengan PPATK, untuk mengusut dugaan pencucian uang yang dilakukan Labora.
Meski sudah diselidiki oleh Polda Papua sejak Maret 2013, kasus ini baru mencuat ke publik setelah Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan Aiptu Labora melakukan transaksi keuangan mencurigakan selama lima tahun terakhir, mencapai Rp 1,5 triliun.
Labora mengakui, empat rekening pribadinya digunakan sebagai tempat penampungan transaksi keuangan kedua perusahaan itu. Namun, ia merasa tidak ada pelanggaran apapun, karena sebelumnya ada kesepakatan dengan manajemen dan komisaris kedua perusahaan keluarganya.
Labora mengaku tidak mengerti karena PPATK justru menyampaikan dirinya melakukan transaksi mencurigakan hingga Rp 1,5 triliun, sehingga rekening dirinya mendapatkan sebutan 'rekening gendut'.
"Kalaupun terjadi seperti tadi, saya tidak mengerti. Silakan tanyakan kepada yang memberitahukan itu," ucapnya. (*)