Waspadai Kongkalikong Proyek Kurikulum Antara DPR dan Kemdikbud
ICW mencium gelagat potensi kongkalikong proyek kurikulum pendidikan 2013 antara DPR dan Kemdikbud.
Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Bahri Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sampai saat ini masih saja terjadi tarik-menarik anggaran kurikulum 2013 antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut Siti Juliantari Rachman dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menjadi permasalahan bukan sekedar turunnya anggaran dari Rp. 2,49 triliun menjadi Rp. 829 miliar (per 16 mei 2013 yang disampaikan dalam RDP tgl 20 Mei 2013), tapi ada hal lain yang mestinya diwaspadai.
"DPR tidak bisa menyetujui kurikulum 2013 hanya karena turunnya jumlah anggaran. Hal ini karena permasalahan kurikulum 2013 tidak hanya terletak pada anggarannya yang naik turun, namun substansi dan proses pembuatannya yang amburadul," tulis Siti Juliantari dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Minggu (26/5/2013).
Ia menambahkan, jika seperti itu pada akhirnya kurikulum 2013 hanya akan jadi proyek yang melahirkan pemborosan anggaran bukan peningkatan kualitas pendidikan.
Menurut Jimmy Paat dari Koalisi Pendidikan, DPR harusnya bersikap tegas untuk menolak anggaran kurikulum 2013. Para wakil rakyat harusnya memikirkan juga manfaat dari kurikulum 2013, bukan hanya menyoroti besarnya anggaran kurikulum dan akan menyetujuinya jika anggaran kurikulum 2013 telah turun.
"Pembahasan anggaran kurikulum 2013 yang begitu lama di DPR juga memunculkan kekhawatiran, apakah didalam sedang dilakukan konsolidasi?," tukasnya.
Ia menyebut Anggaran kurikulum 2013 yang menurun secara drastis hingga Rp. 829 miliar tentunya berpengaruh dengan komponen perhitungan didalamnya. Jumlah sekolah yang semula 102.435 berkurang menjadi 6325 sekolah, jumlah guru yang dilatih dari 582.825 menjadi 55.762, waktu pelatihan yang semula 5 hari menjadi 2 hari.
"Oleh karena itu, harusnya Kemdikbud melakukan uji coba saja terhadap kurikulum 2013," imbuhnya.
Belum Siap
Ia mengatakan Meskipun pada Juli, kurikulum 2013 rencananya sudah diterapkan namun sampai saat ini Kemdikbud belum dapat menyelesaikan berbagai dokumen penunjang kurikukulum.
Dokumen lengkap atau acuan penyusunan kurikulum 2013 belum dapat diserahlan oleh Kemdikbud kepada DPR, apa lagi dipublikasi ke masyarakat secara luas.
"Selain itu, sampai saat ini buku pegangan guru maupun buku ajar untuk siswa juga belum rampung. Bagaimana bisa melakukan pelatihan guru jika bukunya belum selesai? Ditambah lagi waktu pelatihan yang hanya 2 hari. Sudah dapat diketahui bagaimana hasil dari pelatihan tesebut. Tidak akan mampu menghasilkan guru yang kompeten untuk menerapkan kurikulum baru. Lalu siapa yang akan mengajar master teacher tersebut? Ahli pendidikan kah? Atau tim penyusun kurikulum 2013?," katanya.
Sekolah yang akan menerapkan kurikulum 2013 juga tidak bisa hanya sekolah-sekolah dengan akreditasi A. Kemdikbud harusnya menjangkau sekolah dengan berbagai tingkatan dan tersebar diberbagai pulau.
"Bahkan payung hukum kurikulum 2013 baru dibentuk melalui PP 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional pendidikan yang menggantikan PP 19 tahun 2005. Bagaimana bisa suatu kebijakan dibuat terlebih dahulu baru kemudian dibuatkan payung hukumnya? Lantas bagaimana landasan implementasi kurikulum 2006 ketika PP 19 tahun 2005 tidak berlaku lagi?," ujarnya.
Menurutnya Tujuan baik yang ingin dicapai dalam perubahan kurikulum hanya bisa dicapai bila perubahan kurikulum direncanakan dengan matang, melibatkan stakeholders utama dalam pendidikan - terutama guru, dan membuka diri terhadap masukan seluas-luasnya dari masyarakat, bukan dibuat dan dipaksakan dengan pendekatan kekuasaan.