Hajriyanto: Feodalisme Lahirkan KKN
Apatisme rakyat terhadap partai politik (Paprol) sekarang ini, akibat parpol bermental feodal.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Apatisme rakyat terhadap partai politik (Paprol) sekarang ini, akibat parpol bermental feodal. Feodalisme itulah yang diantaranya melahirkan korupsi, kolusi dan nepotisme atau KKN.
"Karena itu kita harus berani menghancurkan feodalisme, yang menjadikan politik dan demokrasi menjadi mahal tersebut," kata Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Tohari dalam dialog pilar negara ‘Mengatasi apatisme publik terhadap partai politik’ bersama pengamat politik CSIS J. Kristiadi, dan pakar hukum tata negara Irman Putrasidin di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (27/5/2013).
Feodalisme itu, kata Hajrijanto, saat ini malah untuk melanggengkan kekuasaan, sehingga feodalisme itu tumbuh di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Dengan demikian, yang menjadikan rakyat apatis, cuek, bahkan pesimis dan sinisme terhadap partai tersebut akibat KKD. Karena itu, feodalisme itu harus dibongkar-dihancurkan dengan kerja-kerja kultural.
"Kalau 15 tahun lalu KKN itu dijadikan alat politik untuk menjatuhkan Orde Baru (Orba), tapi setelah 15 tahun reformasi ternyata sama saja, hanya beda istilah dari KKN menjadi KKD, yaitu korupsi, kongkalikong, dan dinasti politik," ujarnya.
Ketua DPP Partai Golkar itu menyarankan untuk memberantas feodalisme parpol dan apatisme rakyat terhadap parpol tersebut, partai harus melakukan langkah dan kerja-kerja nyata dengan mengembangkan egalitarianisme.
Menurut Irman, kewenangan parpol yang sangat besar itu hanya di Indonesia, yang memang diatur dalam konstitusi. Di mana bukan saja jabatan politik dari presiden sampai kepala daerah, yang harus diusung oleh parpol, tapi jabatan eksekutif seperti BUMN, Perbankan, MK, BPK, KPK, KY, Panglima TNI/Polri dan lain-lain juga menjadi wewenang parpol.
Dengan begitu lanjut Irman, maka partai menjadi instrumen satu-satunya untuk mengawal republik ini, dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan tujuan-tujuan negara. Hasilnya?
“Lima belas tahun reformasi malah terjadi degradasi-kemunduran parpol, dan menyuburkan korupsi. Ditambah lagi parpol tak menjalin hubungan ideologis, maka parpol bermasalah dan tentu tidak lagi memperjuangkan aspirasi rakyat,” kata Irman.