PN Jakarta Pusat Vonis Bebas Tiga Terdakwa Kasus Yayasan Fatmawati
Ketiga terdakwa diperintahkan majelis hakim agar membawa kembali barang bukti yang disita dari Indira Mayasari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga terdakwa kasus penjualan tanah yayasan Fatmawati divonis bebas oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU), akan tetapi perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Asikin yang pada sidang menggantikan Bagus Irawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin(10/6/2013).
Ketiga terdakwa diperintahkan majelis hakim agar membawa kembali barang bukti yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Niaga Jakpus atas nama Yayasan Fatmawati. Hal tersebut dilakukan karena ketiganya tidak terbukti melakukan yang dituduhkan jaksa.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakarta Pusat atas nama Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati,"ujarnya.
Menanggapi vonis bebas majelis hakim, kuasa hukum terdakwa Hermawi F Taslim langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu.
"Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulia," kata Hermawi Taslim.
Usai persidangan, Hermawi Taslim menjelaskan, dari vonis bebas majelis hakim tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum terutama soal bukti uang sebesar Rp 20 miliar yang diajukan JPU yang disita dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, jelas tidak benar.
"Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga Cabang Palatehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah bangunan dan operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan terhadap Depkes. Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," ujar Hermawi Taslim.
Berikutnya, lanjut Hermawi semua tindakan dan langkah yang dilakukan ketiga kliennya, ada basis perjanjian perdatanya.
"Dan ketiga, sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, jadi semua perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK. Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," paparnya.
Atas putusan ini, maka urusan dengan Kementerian Kesehatan sudah selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat pelepasan aset yang dikeluarkan Departemen Keuangan.
"Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari Depkes," ujarnya.
Akibat dari putusan ini, lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya, yakni membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.
"Jadi, alasan mereka (Fatmawati), bahwa PT GNU wanprestasi dan Yayasan Fatawati menjalin kerja sama dengan Mega Elas, itu keliru. Karena bayar sesuai waktunya itu, bila surat pelepasan aset sudah ada. Akibat lain, semua hubungan hukum dengan pihak lain, sepenjang menyangkut tanah, itu batal demi hukum. Jadi Yayasan Fatmawati perjajian dengan Mega Elsa itu selesaikan saja berdua," ujarnya.
Selain karena bukti yang dirasa kurang, Hermawi Taslim mengatakan lima saksi dalam perkara ini mencabut BAP polisi, karena mereka disodori pemeriksaan BAP-nya saat diperiksa untuk Toto Kuncoro.