Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hanya Proyek Politik Pencitraan

Pemaksaan penerapan kurikulum 2013 untuk sekolah dari tingkatan SD, SMP dan SMA atau SMK dinilai belaka sebagai proyek pencitraan

Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Hanya Proyek Politik Pencitraan
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Revolusi Pendidikan berunjuk rasa di depan kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2013). Aksi yang dilakukan pertepatan dengan hari pendidikan nasional ini, menuntut dihentikannya komersialisasi dan kapitalisasi pendidikan, mencabut ujian nasional, membatalkan kurikulum 2013, serta mencopot Menteri Pendidikan M.Nuh. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemaksaan penerapan kurikulum 2013 untuk sekolah dari tingkatan SD, SMP dan SMA atau SMK dinilai belaka sebagai proyek pencitraan kekuasaan politik yang tidak paham esensi pendidikan.

Kritik ini disampaikan pemerhati pendidikan Romo Benny Susetyo dalam diskusi bersama FSGI dan FGII di LBH Jakarta, Kamis (11/7/2013), menyikapi masih banyaknya persoalan dalam implementasi kurikulum 2013.

"Kurikulum 2013 itu hanya proyek politik kemasan yang hanya menghabiskan milyaran rupiah. Tapi setelah itu tidak berjalan. Saya memperkirakan paling hanya bertahan setahun dan kurikulum ini ilusi," ujar Benny.

Benny menambahkan, persoalannya yang terjadi bukan pada kurikulum 2013, melainkan kualitas guru yang bakal menjadi ujung tombak penyampaian kurikulum kepada murid atau siswa rendah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lanjut Benny, harusnya sadar mindset guru-guru saat ini seperti pawang atau mentor. Tapi harus dipaksakan mengajar dengan kurikulum 2013 yang menggunakan sistem tematik integratif kepada murid.

Sementara sistem pengajaran tematik integratif hanya bisa diselesaikan di sekolah internasional, di mana komposisi kelasnya terdiri 10 murid dengan tiga guru. Kenyataan ini bertolak belakang dengan kompetensi guru di sekolah umumnya.

"Masa hanya dengan waktu lima hari guru harus bisa menerapkan kurikulum ini. Indonesia ini negeri korupsi, lima hari dikorupsi jadi sehari. Mentor saja sehari enggak mampu apalagi guru biasa," sindir Benny.

BERITA TERKAIT

Ia menyayangkan Pemerintah begitu mudah mereduksi dengan mudah dam gampang esensi pendidikan. Jika persoalan mendasar dalam pendidikan yakni kwalitas gurunya tidak dibenahi, kurikulum itu tidak memberi efek bagi murid.

"Guru-guru sekarang tidak belahar ilmu pedagogig. Guru kita sekarang mengajar pakai power point. Dalam mengajar bukan hanya transfer ilmu, tapi menjadi teladan, attitude bagi murid. Guru itu include dalam perilakunya sehingga bisa dicontoh," katanya lagi.

Wajar, lanjut Benny, guru pula yang menjadi tumbal dari sistem pendidikan di bawah kekuasaan. Kurikulum 2013 ini adalah wujud dari pendidikan politik penguasa yang tidak paham pendidikan.

"Bayangkan kurikulum akan menjadi menakutkan. Guru tidak siap, kurikulum semakin banyak, dan anak-anak terbebani. Jadi akar masalahnya bukan perubahan kurikulum tapi kwalitas guru tidak bisa ditingkatkan," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas