Semua Bisa Dibeli di Penjara Indonesia
Tiga tahun lalu, foto seorang pria di turnamen tenis internasional di Bali, mengejutkan publik di Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM - Tiga tahun lalu, foto seorang pria di turnamen tenis internasional di Bali, mengejutkan publik di Indonesia.
Foto yang dipublikasikan di sebuah surat kabar, adalah foto Gayus Tambunan yang mengenakan kacamata tebal dan wig.
Mantan pegawai pajak semestinya berada di penjara di Jakarta, yang terpaut satu jam dengan pesawat. Gayus akhirnya mengakui bahwa ia memang pergi ke Bali karena 'bosan di penjara.'
Investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan penjara sebanyak 68 kali antara Juli dan November 2010, bahkan hingga ke Cina. Kasus itu menyorot betapa fleksibelnya penjara di Indonesia, bagi mereka yang memiliki uang.
Penjara bisa mengeluarkan izin keluar sementara, yang diperbolehkan oleh hukum. Tapi, Neta S Pane, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) mengatakan, izin keluar itu kerap hanya menjadi 'formalitas' dan ongkosnya tergantung 'situasi.'
Riset yang dilakukan IPW menunjukkan bahwa narapidana yang mampu membayar ongkos sesuai permintaan, bisa keluar penjara hingga tiga hari dalam seminggu.
Permasalahan di penjara tidak lepas dari fakta bahwa penjara di Indonesia kelebihan kapasitas dan kurang dana, seperti ditulis Asia Foundation dalam laporannya dua tahun lalu.
Berdasarkan laporan itu, "para petugas yang mengelola penjara tidak mendapat bayaran yang layak."
Jadi, pada sistem yang karut marut di mana kenyamanan sangat minim dan para petugas yang kurang mendapat jaminan kesejahteraan, uang pun bicara.
"Prinsipnya adalah tidak ada hal yang tidak bisa dibeli dengan uang," kata Arswendo Atmowiloto, yang pernah dipenjara tiga tahun karena kasus penodaan agama.
Penulis dan mantan wartawan yang sempat mencicipi penjara Salemba dan Cipinang mengungkapkan, petugas di lembaga pemasyarakatan kerap menelepon calon penghuni untuk membicarakan sewa kamar.
“Biasanya sudah pesan, mau blok berapa atau kamar apa. Ya tentunya bayar uang muka, seperti mau check in di hotel saja,” ujar Arswendo.
Berdasarkan pengalamannya, urusan administrasi uang sewa kamar sudah ada yang mengatur.
“Saya dulu bayar sekitar Rp 300 ribu waktu pertama masuk, terus ada iuran keamanan di dalam yang dikelola sipir. Sedangkan uang keamanan, setiap blok ada jeger atau pemukanya yang menguasai itu,” ungkapnya.
Tidak semua orang bisa menjadi ‘jeger’ di penjara.
“Kalau mau jadi jeger, seseorang harus membuat prestasi, misalnya bunuh polisi, satpam, atau tentara,” tuturnya.
Ia juga tidak menampik bahwa 'izin ke dokter' kerap disalahgunakan oleh tahanan.