Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Denny Indrayana Dianggap Kembalikan Paradigma Lapas Tempat Balas Dendam

Ahmad Yani mengkritik Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana terkait kerusuhan Lapas Tanjung Gusta, Medan

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Denny Indrayana Dianggap Kembalikan Paradigma Lapas Tempat Balas Dendam
TRIBUNNEWS.COM/WAHYU AJI
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengkritik Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana terkait kerusuhan Lapas Tanjung Gusta, Medan. Yani merujuk pada PP 99 Tahun 2012 mengenai pengetatan pemberian remisi.

"Memang ada persoalan terutama untuk tindak pidana narkoba, korupsi, terorisme tentang PP yang dilakukan revisi yang sebelumnya tentang masalah asimilasi, terus PP itu sendiri. Ini akibat praktek tirani itikad baik tersebut," kata Yani di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (12/7/2013).

Yani mengatakan undang-undang  maupun konvensi tentang permasyarakatan di internasional memberikan hak yang sama antar napi satu dengan yang lain. Ia mengatakan paradigma mengenai penjara sudah mengalami perubahan kearah yang lebih baik.

"Tapi saya melihat wamen kita yang sekarang ini paradigmanya ingin kembalikan lagi sesungguhnya Pak Wamen mengembalikan paradigma penjara dari permasyarakatan ke penjara. Jadi penjara itu tempat balas dendam, tempat orang melakukan penistaan terhadap semua orang yang melakukan tindak pidana," kata Politisi PPP.

Yani sependapat bila semangat pemberantasan korupsi membuat remisi diperketat. Namun bila terkait PP maka akan bertentangan dengan
UU.  

Diketahui, dengan alasan bahwa kejahatan yang dilakukannya merupakan kejahatan luar biasa yang mengakibatkan kerugian besar bagi negara atau masyarakat, dan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, Pemerintah resmi memperketat pemberian hak remisi, asimilasi dan bebas bersyarat bagi narapidana (Napi) tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional lainnya.

Ketentuan yang memperketat pemberian remisi, asimilasi, dan bebas bersyarat bagi Napi tindak pidana terorisme, korupsi, Narkoba (termasuk di dalamnya narkotika dan prekursor narkotika, dan psikotropika) kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisir lainnya itu tertuang dalam Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 November 2012.

Padahal, kata Yani, UU memberikan ruang dan kesempatan kepada terpidana untuk mendapat hak-haknya. "Manakala kita bicarakan napi mendapat hak-haknya maka tidak ada cluster terpidana itu sendiri. Karena tatkala kita sudah berikan cluster itu juga menjadikan diskriminatif," kata Yani.

Apalagi, kata Yani, jumlah lapas saat ini sangat tidak sebanding dengan terpidana maupun orang yang ditahan.
"Karena semangat kita juga ada sebagaimana memasukan orang-orang sebanyak-banyaknya ke penjara. Itu jadi problem kita. Padahal semangat yang sekarang bagaimana mengembalikan aset recovery, uang yang dijarah koruptor," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas