Aparat Hukum Tak Boleh Sembrono Menindak Kasus Korupsi
Pemberantasan korupsi merupakan suatu tugas mulia, namun tetap tidak boleh dijalani dengan tindakan aparat penegak hukum yang
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberantasan korupsi merupakan suatu tugas mulia, namun tetap tidak boleh dijalani dengan tindakan aparat penegak hukum yang sembrono. Sebab, bila itu terjadi, maka hanya akan menghancurkan martabat orang lain, lantaran harus menanggung predicate koruptor sepanjang hayatnya.
Pengacara senior, Maqdir Ismail mengungkapkan, memberantas korupsi adalah kewajiban seluruh warga negara yang berakal sehat. Mengingat daya rusak korupsi yang luar biasa, baik terhadap perekonomian bangsa, dan tentu saja mental banyak orang termasuk penikmat korupsi.
Namun saat ini, ujarnya, daya rusak yang luar biasa itu, juga dialami oleh korban emberantasan korupsi yang tidak adil.
"Faktanya, ada orang yang diadili dalam kasus korupsi tanpa konsep keadilan, hanya karena curiga dan asumsi bahwa orang jujur pun akan menikmati hasil korupsi kalau ada kesempatan," ujarnya saat berbincang dengan wartawan, Rabu (17/7/2013).
Menurut Maqdir, pembuktian yang paling mudah, ialah dalam perkara suap atau gratifikasi. Yakni terkait adanya penerimaan nyata, apalagi kalau tertangkap tangan.
Namun untuk pembuktian terhadap korupsi yang dituduhkan kepada pembuat kebijakan, penegak hukum harus benar-benar teliti.
"Tuduhan korupsi pada pembuat kebijakan, pembuktiannya tidak semudah membuktikan suap. Sebab pembuat kebijakan atau yang menyetujui kebijakan, acapkali tidak mengikuti detail suatu kegiatan yang dituding sebagai perbuatan korupsi. Misalnya dalam kegiatan pengadaan," kata Penasihat Hukum karyawan PT Chevron Pacific Indonesia dalam perkara bioremediasi ini.
Ironisnya, lanjut Maqdir, meski tuduhan korupsi pada pembuat kebijakan itu pembuktiannya cukup sulit, dalam praktiknya saat ini menetapkan seseorang menjadi tersangka korupsi justru sangat mudah. Bahkan meskipun belum ada penghitungan kerugian negara, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh penyidik. Sementara, bukti dan keterangan saksi, dapat dicari dikemudian hari.
Sikap sembrono itu terang dia justru akan terus memakan korban. Seperti, kata dia, yakni Kukuh Kertasafari, seorang karyawan Chevron yang diseret ke kursi terdakwa, dan mendapat vonis 2 tahun penjara pada Rabu 17 Juli 2013.
Dikhawatirkan, vonis bersalah juga akan dijatuhkan kepada dua terdakwa lain yang jelas-jelas tidak terbukti sebagai pihak yang bertanggung dari proyek bioremediasi dalam beberapa persidangan yang berlangsung.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.