Revisi UU Pilpres Dianggap Tidak Serius
Revisi UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden disinyalir hanya dimaksudkan melahirkan kompromi politik
Penulis: Y Gustaman
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) disinyalir hanya dimaksudkan melahirkan kompromi politik, bukan membangun kepemimpinan Indonesia lebih baik.
"Dalam politik bangsa ini tak pernah menang, selalu kalah oleh politik. Semua diawali kompromi politik, bukan pada niat kenapa Indonesia jauh lebih naik. UU Pilpres memang tak diniatkan direvisi secara menyeluruh," ujar Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi di Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Veri menambahkan, dengan sisa waktu yang pendek, tidak mungkin revisi UU Pilpres akan selesai. Lagipula, ketidakseriusan merevisi UU Pilpres terlihat karena baik partai besar dan partai kecil hanya fokus pada syarat pencalonan presiden.
Untuk partai besar seperti PDI Perjuangan, Golkar dan Demokrat, Veri menambahkan, adalah partai yang tetap menginginkan syarat pencalonan presiden di angka 20 persen kursi atau 25 persen suara hasil Pemilu Legislatif nasional.
Sementara untuk partai menengah dan kecil seperti Gerindra, PKS, Hanura, PPP dan PKB sama-sama mendorong soal syarat pencalonan. Bedanya, syarat seperti dalam UU Pilpres cukup berat, sehingga mereka meminta angkanya diturunkan.
"Jadi sama saja partai besar atau kecil punya kepentingan yang sama mencari peluang politik dalam meneguhkan setiap oligarki yang ada di masing-masing partai. Maka publik jangan berharap akan muncul calon presiden alternatif," tambah Veri.
Veri mewakili Komunitas Indonesia Menang, meminta partai harus mendorong kriteria apa yang cocok bagi pembangunan bangsa ini, bukan justeru sibuk dalam syarat pencalonan apakah harus dinaikkan atau diturunkan.