Ketua DPR: Anggota Tak Perlu Interupsi Pidato Presiden
Selaku pimpinan DPR, saya meminta agar anggota DPR tidak melakukan interupsi saat Presiden RI menyampaikan pidatonya
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Besok, Jumat (16/8/2013) Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dihadapan Sidang Paripurna DPR akan menyampaikan pidato Kenegaraan tentang nota keuangan RAPBN tahun 2014.
Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan selaku pimpinan DPR, meminta agar anggota DPR tidak melakukan interupsi saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato.
Menurutnya, kesempatan bagi setiap anggota Dewan untuk mengkritisi substansi pidato Kenegaraan Presiden RI tentang nota keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014, tempatnya ada di rapat Komisi-Komisi dan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
"Selaku pimpinan DPR, saya meminta agar anggota DPR tidak melakukan interupsi saat Presiden RI menyampaikan pidatonya," kata Marzuki Alie, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Dijelaskan, kalau sekiranya ada kritikan dan saran atau pujian sekalipun atas substansi nota keuangan RAPBN tersebut, tempatnya ada di rapat pembahasan Komisi-Komisi dan Banggar DPR.
"Besok itu, Presiden RI hanya menyampaikan pidato Kenegaraan, dan siangnya pidato nota keuangan RAPBN 2014. Dalam Pidato pengantar itu, saya harapkan anggota Dewan dengarkan saja," ujar Marzuki.
Dikatakannya, pidato kenegaraan Presiden RI merupakan amanat konstitusi, termasuk penyampaian nota pengantar keuangan RAPBN 2014.
"Kalau ada interupsi, ya bukan dicuekin, tapi saya ingatkan saja nantinya. Jadi, kalau ada kekurangan apa yang disampaikan Presiden, ada sesinya jika mau mengoreksinya, tetapi tidak perlu interupsi," ujarnya.
Ketua DPR juga meminta semua anggota Dewan hadir tepat waktu dan tidak ada yang absen kecuali kondisi darurat karena mendengar pidato kenegaraan dan nota keuangan RAPBN 2014 dari Presiden juga sangat penting.
Ditanyakan kemungkinan adanya pasal-pasal siluman dalam yang bisa dimasukkan dalam APBN, seperti pasal Lapindo, Marzuki menjelaskan bahwa anggaran untuk korban Lapindo di luar peta terdampak pasti akan dimasukkan karena hal itu sudah menjadi keputusan MK di era kepemimpinan Mahfud MD. DPR dan pemerintah menurutnya tidak bisa tidak menganggarkannya.
“Itu kan sudah menjadi keputusan MK, jadi kita tetap harus menganggarkan.Kalau tidak malah kita melanggar artinya. Sesuai keputusan MK, areal di luar peta terdampak adalah tanggungjawab pemerintah, dan yang di dalam peta terdampak menjadi tanggungjawab PT Lapindo. Jadi tidak mungkin lagi muncul istilah pasal siluman,” ujarnya.